Baru pertama kali itu Faye menyadari betapa banyak anak-anak menjadi korban perdagangan manusia.
Menurut dia, mereka diperdagangkan dengan berbagai tujuan, mulai dari pekerja di bawah umur hingga diambil organ tubuhnya. Adapun alasan terbanyak ialah dimasukkan ke dalam lingkaran pelacuran.
Perhatiannya makin tajam setelah membaca data yang dikeluarkan lembaga swadaya masyarakat internasional, End Child Prostitution, bahwa 43 persen anak-anak yang diperdagangkan berusia di bawah 14 tahun.
Selepas menyelesaikan tugas sekolah, isu prostitusi anak tidak bisa lepas dari benaknya. Ia kemudian mendekati ibunya agar mengajaknya melihat permasalahan yang sesungguhnya terjadi di lapangan.
Sang ibu, Paulina Pandjaitan, kemudian meminta bantuan seorang kenalan yang pernah bekerja di LSM untuk bahu-membahu mendampingi penyintas.
Kegiatan yang dilakukan Faye mulai banyak mengundang sukarelawan untuk terlibat. Beberapa perusahaan juga datang untuk memberikan bantuan berupa dana dan alat.
Rumah Faye
Bahkan, pada 2016, ada donatur yang meminta Faye mengelola sebuah rumah aman untuk anak-anak korban prostitusi di Provinsi Kepulauan Riau.
Rumah aman itu sudah dibangun dan diberi nama Rumah Faye. Pada 2018 ini ada 30 anak yang ditampung dan menjalani masa pemulihan.
Jumlah ini belum termasuk ratusan anak dan remaja yang rutin didatangi setiap bulan untuk advokasi mengenai kesehatan reproduksi dan hak-hak anak.
Faye mendirikan yayasan anti perdagangan anak sekaligus founder dari Rumah Faye di Batam. Rumah Faye tersebut merupakan organisasi yang berfokus pada pencegahan pelecehan seksual dan perdagangan manusia dan rehabilitasi korban.