Suar.ID - Hingga saat ini, tanah Papua memang masih dipenuhi konflik akibat beberapa kelompok yang tidak bertanggung jawab.
Kelompok itu adalah Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang memiliki Kelompok Kriminal Bersenjata lainnya.
OPM beserta sayap komplotan kriminalnya, KKB selalu mendamba-dambakan bendera Bintang Kejora yang mewakili simbol kebudayaan mereka.
Namun ternyata anggapan itu salah kaprah.
Diketahui, Bintang Kejora sendiri pernah digunakan oleh Nugini Belanda mulai 1 Desember 1961 sampai 1 Oktober 1962 ketika Tanah Merah dibawah pemerintahan Otoritas Eksekutif Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNTEA).
Dalam sebuah postingan dari akun Facebook Surga Kecil Yang Jatuh ke Bumi, Sabtu (22/2/2020) bendera Bintang Kejora sendiri menyadur warna Merah Putih Biru dengan Bintang yang menyadur bendera Belanda.
Lebih parahnya lagi ternyata bendera Bintang Kejora merupakan panji-panji sebuah klub sepak bola Belanda di Port Numbay (Jayapura).
Bendera Bintang Kejora yang dibuat oleh tangan Belanda pada 1961 diklaim OPM sebagai perlambangan budaya asli mereka.
Baca Juga: Jelang Hut OPM, TNI Lacak Keberadaan Sosok yang Paling Bertanggung Jawab dalam Penembakan di Nduga
Padahal kebudayaan Papua sudah ada sebelum Belanda menginjakkan kaki di Nusantara.
Lebih lanjut lagi, hampir di semua suku Papua tidak mengenal lambang Bintang sebagai simbol ketuhanan bahkan bintang tak digunakan dalam literatur di media apapun.
Maksud media yakni di ukiran, lukisan, maupun coretan tubuh budaya asli Papua tak ada yang menggambarkan simbol bintang.
Sebagai gantinya simbol religius itu sendiri digambarkan sebagai Manusia, Pohon dan Binatang.
Terlebih leluhur putra-putri Papua hanya mengenal warna pitih, hitam dan coklat.
Hal ini bisa ditemukan dalam ornamen ukiran, lukisan, kanvas kulit kayu, patung hingga coretan di tubuh ketika melaksanakan upacara tradisi maupun peperangan.
Apalagi ditahun Bintang Kejora dibuat oleh Belanda, belum banyak warga Papua yang (maaf) mengenakan sandang dan masih mengenakan pakaian tradisional sebagai budaya leluhur.
Jadi keberadaan kain belum dikenal luas oleh warga setempat.
Baca Juga: Kontak Senjata antara TNI dan OPM, Satu Orang Prajurit Tewas
Lantas seorang kakek yang merupakan warga asli Papua bernama Saul Jenu memberikan kesaksiannya.
Ia menceritakan pada 1956 ia ditahan pihak Belanda di Sorong.
Pasalnya, Saul merobek warna biru pada bendera Belanda dan mengibarkan Sang Saka Merah Putih di Hollandia (Irian Jaya).
Baca Juga: Curahan Hati Ibu Theis, Anggota Tim Lorentz yang Tewas Setelah Disandera dan Dibacok Anggota OPM
"Saya ditahan di Sorong karena mengibarkan bendera Merah Putih"
"Ketika itu tentara Belanda bilang jikalau mau bikin bendera Merah Putih, jahit sendiri tidak boleh robek bendera Belanda"
"Habis itu tentara Belanda pukul saya hingga saya punya bibir ini comat (berdarah)" ujar Saul.
Lantas Saul membuat pengakuan mengejutkan jika dirinya tahu bahwa bangsa Papua merupakan bagian Indonesia sejak 28 Oktober 1928.
Pasalnya ada seseorang yang mengatakan jika tanggal lahir Saul sama dengan Sumpah Pemuda dimana saat itu seorang pria kelahiran Serui bernama Silas Papare mewakili tanah leluhurnya untuk berbangsa satu Indonesia.