Follow Us

Menurut mantan tim kampanye Prabowo ini, mereka yang tolak Ahok jadi bos BUMN takut seperti yang terjadi di Pemprov DKI

Moh. Habib Asyhad - Selasa, 19 November 2019 | 05:30
Ahok digadang-gadang menjadi bos BUMN.
Kompas

Ahok digadang-gadang menjadi bos BUMN.

SUAR.ID - Wacana pengangkatan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi bom BUMN terus mendapat pro dan kontra.

Beragam alasan diungkapkan oleh mereka yang kontra, di antaranya karena Ahok mantan narapidana.

Terkait hal itu, mantan tim kampanye Prabowo Subianto, Arya Sinulingga, pun angkat bicara.

Pria yang menjabat sebagai Staf Khusus BUMN itu turut menyoroti penolakan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi pimpinan perusahaan BUMN.

Diketahui, kabar terpilihnya Ahok untuk memimpin satu perusahaan BUMN menimbulkan penolakan, di antaranya dari serikat pekerja Pertamina.

Arya menganggap penolakan Ahok sebagai bentuk rasa khawatir kepada Ahok yang nantinya akan membersihkan birokrasi seperti saat menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Dilansir Tribunnews, hal tersebut diungkapkan Arya dalam wawancara unggahan kanal YouTube KOMPASTV, Minggu (17/10).

Arya menegaskan bahwa BUMN harusnya menjadi perusahaan yang dijalankan atas dasar profesionalitas dan tak mengaitkan perkara lainnya.

"BUMN kalau kita lihat adalah tempat yang memang lepas daripada itu gitu, fokus kepada profesionalitas," ujar Arya.

Arya kemudian menyebut ada dua kemungkinan jika sampai pihak internal BUMN menolak Ahok.

Di antaranya karena tak ingin Ahok membersihkan birokrasi seperti saat dirinya memimpin Pemprov DKI Jakarta.

"Jadi kalau ada penolakan dari kawan-kawan karyawan BUMN di tempat tertentu di BUMN itu, bisa dua nih yang kita lihat," terang Arya.

"Pertama, mereka takut terhadap masuknya Pak Ahok di dalam BUMN, takut terjadi seperti di DKI bagaimana Pak Ahok itu melakukan pembersihan terhadap birokrasi," sambungnya.

Kemungkinan berikutnya adalah adanya unsur politik dari pihak yang tidak menyukai Ahok, sehingga menolaknya.

Arya mengaku heran jika sampai dugaannya benar di mana pihak internal BUMN melibatkan pandangan politiknya dalam memilih pemimpin.

"Kedua, ini jangan-jangan politik gitu loh," kata Arya.

"Nah kalau politik, ini lucu banget, kenapa sampai kawan-kawan di BUMN bermain-main politik," tuturnya.

Diketahui, beberapa pihak mendukung masuknya Ahok ke BUMN.

Di antaranya adalah Menteri BUMN Erick Thohir, Presiden Joko Widodo (Jokowi), hingga Mantan Ketua PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif.

Ketiganya menyebut Ahok sudah berpengalaman dalam memimpin.

Sementara itu, Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli menganggap masuknya Ahok ke BUMN hanya akan menambah masalah baru.

Selain itu, serikat pekerja Pertamina yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) juga menolak Ahok.

Mereka menilai Ahok sebagai sosok yang menimbulkan kekacauan.

Ahok Tak Keluar dari PDIP

Status Ahok sebagai kader PDIP disebut bisa melanggar undang-undang jika ia terpilih menjadi pimpinan perusahaan BUMN.

Meski demikian, Ahok menegaskan pelanggaran itu terjadi hanya jika dirinya pengurus PDIP, sedangkan saat ini ia hanyalah kader partai.

Dilansir KOMPASTV, Minggu (17/11/2019), Ahok menegaskan yang diwajibkan keluar dari partai adalah ketika ia menjabat sebagai pengurus.

"Kalau secara peraturan, yang tidak boleh (jadi bos BUMN) itu pengurus partai atau anggota dewan," tegas Ahok.

"Saya kan hanya kader," imbuhnya.

Ahok sempat melontarkan candaan bahwa PDIP bukanlah partai terlarang sehingga ia bisa tetap bertahan di sana jika menjadi bos BUMN.

"Memangnya PDIP partai terlarang? Enggak kan?" tanya Ahok sambil tertawa.

"Enggak (keluar dari PDIP) dong, kalau peraturannya enggak ya saya tetap anggota partai," sambungnya.

Ahok menyatakan dirinya akan tetap bertahan menjadi kader PDIP meski nantinya dipilih menjadi petinggi BUMN.

"Saya setia sama PDI Perjuangan kok," tuturnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Stafsus BUMN: Yang Tolak Ahok Jadi Bos BUMN Takut Birokrasi Dibersihkan seperti di Pemprov Jakarta

Editor : Moh. Habib Asyhad

Baca Lainnya

Latest