Suar.ID -Uang Rp 10 miliar bukan jumlah yang sedikit dan tentu menggiurkan bagi sebagian besar orang.
Akankah ada yang menolak jika ditawari uang sebanyak itu?
Jawabannya ada.
Kakek Suhendri namanya.
Ia pernah ditawari uang Rp 10 miliar untuk ditukar dengan sesuatu miliknya, tapi ia tolak.
Dikenal ramah kepada siapa saja yang ditemuinya, kakek berusia 78 tahun ini menyambut jurnalis Kompas.com yang mengunjunginya dengan senyum lebar.
Ia langsung menyalami sambil mempersilakan kami untuk duduk di sebuah bangku kayu reot tepat di bawah pohon rindang.
Senyumnya tak berhenti, memperlihatkan kakek satu ini memang begitu ramah terhadap siapapun yang ditemuinya.
Suhendri, pria yang begitu berjasa membuat Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, masih bisa menghirup udara segar.
Di balik kesederhanaannya, siapa sangka suami dari Junarsa (80) ini telah menanam pohon yang kini menjadi hutan di tengah Kota Tenggarong, ibu kota Kabupaten Kukar.
Hingga kini Suhendri tetap mempertahankan hutan buatannya.
Suhendri mengaku pernah ditawari Rp 10 miliar oleh seorang pembeli agar menjual tanah 1,5 hektar itu.
Namun, ia kukuh tak ingin menjualnya.
Komitmen itu tetap ia pegang hingga saat ini.
Banyak investor menawar membeli lahan seluas 1.5 hektar untuk dijadikan perumahan.
“Banyak yang datang mau beli, tapi saya tidak mau. Apalagi mau bikin perumahan, saya tidak mau, lingkungan rusak," ungkap Suhendri saat berbincang dengan di kediamannya, Kompas.com, Kamis (31/10/2019).
Lahan seluas 1,5 hektar itu ia beli dengan harga Rp 100.000 tahun 1979.
Kala itu ia membeli untuk bertani.
Konsep pertanian yang diterapkan bernama agroforestri, menggabungkan pepohonan dengan tanaman pertanian.
Kini pohon yang ia tanam pada 1986 silam sudah tinggi menjulang membentuk hutan dalam kota.
Awalnya, ia menanami komoditas pertanian seperti lombok, sayuran juga buah-buahan.
Tahun 1986 ia mulai tanam (pohon) kayu setelah mendapat bibit dari Bogor, Jawa Barat.
Ada 1.000 bibit kayu damar, meranti, kapur, pinus, kayuputih, ulin, dan sengon.
Kini hutan ini memberi udara segar bagi warga Kota Tenggarong.
Kakek dua anak ini menginjak tanah Kalimantan Timur pertama kali pada 1971.
Saat itu ia ikut membangun asrama milik perusahaan kayu.
Saat itu juga sedang marak-maraknya bisnis kayu.
Dia menyaksikan kayu ditebang, berhektar-hektar hutan gundul tanpa sisa.
"Dari situ muncul motivasi. Saya akan merawat hutan. Saya kemudian beralih jadi petani tapi garap lahan orang lain," ujar dia.
Diusir
Suhendri mengatakan, pengalamannya sebagai petani saat itu pernah diusir pemilik lahan.
Diminta tak lagi menggarap lahan karena kesuksesannya membangun pertanian.
“Saya sempat diusir karena hasil tanaman saya banyak. Ibu menjual hasil pertanian di pasar, saya dikeluh orang sekitar minta pemilik lahan usir. Zaman dulu banyak yang masih kebun berpindah-pindah, saya sendiri yang bertani tetap,” ujar Suhendri.
Akhirnya ia memilih membeli lahan sendiri.
Itu pun membayar dengan menyicil hingga lunas.
Setelah lunas ia kembali mencicil lahan seluas satu hektar terpisah, tapi lokasi berdekatan.
Kini ia memiliki dua lahan.
Dua-duanya dijadikan hutan.
Penelitian mahasiswa
Kini hutan tengah kota ini jadi tempat penelitian mahasiswa.
Banyak dikunjungi orang, bahkan hutan tengah kota ini pernah menjadi lokasi penelitian skripsi mahasiswa asal Jepang.
Suhendri juga sering mendapat penghargaan dari berbagai pihak karena hutannya.
Kini Suhendri bersama Junarsa bermukim di tepi hutan miliknya.
Menjaga hutan yang telah ia pagari keliling menggunakan kayu.
“Saya tidak jual. Saya harap ada orang yang bisa melanjutkan merawat hutan ini meski pun bukan keluarga saya,” harap Suhendri.
"Saya menyiapkan oksigen bagi masyarakat di kota ini," ujar Suhendri menambahkan.
(Kompas.com/Kontributor Samarinda, Zakarias Demon Daton)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Suhendri, Kakek 78 Tahun Menolak Rp 10 Miliar Demi Jaga Hutan"