Saat itu, Dolly merupakan anggota organisasi kepanduan National Indonesische Padvinderij (Natipij) yang berada di bawah naungan Jong Islamieten Bond (JIB).
JIB merupakan sebuah organisasi pemuda Islam dimana ayahnya, Haji Agus Salim berkedudukan sebagai penasehat.
Awalnya hanya instrumen Indonesia Raya diperdengarkan hanya melalui gesekan biola W.R. Supratman sebagai penutup Kongres Pemuda II.
Dalam buku "Sejarah Kecil Petite Historie Indonesia Jilid II", Rosihan Anwar menuliskan hadirin kemudian meminta lagu Indonesia Raya dinyanyikan.
Ada salah satu peserta yang bilang ke pembawa acara supaya ada yang menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Dari situlah kemudian dipilihlah Dolly, yang bahkan Dolly sendiri tidak tahu apa alasan penunjukkannya.
“Mungkin saya kebetulan duduk di barisan terdepan,” ujar Dolly.
Dolly pun menyanyikan lagu itu. Karena tidak ada panggung, Dolly bernyanyi sembari berdiri di atas kuris supaya terlihat oleh seluruh hadirin yang datang.
Saat itulah, lanjut Dolly, untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya diperbolehkan dengan catatan tanpa perkataan: “Merdeka…Merdeka”.
Ancaman represi dari pemerintah kolonial Belanda menyebabkan Supratman harus menggubah lirik asli yang mencantumkan kata “merdeka” yang kemudian diubah menjadi “Mulia...Mulia”.