“Saya merasa terhormat,” kata Lorenz tentang film yang dibintang Lawrence itu.
“Saya ingin bertemu dengannya. Saya ingin berbicara dengannya secara intim tentang hidup saya.”
Lorenz muda hidup dengan serba dramatis. Dibesarkan di Jerman, ibunya adalah seorang Amerika anti-Nazi dan ayahnya adalah seorang kapten kapal pesiar Jerman.
Pada usia enam tahun ia dibuang ke kamp konsentrasi Bergen-Belsen bersama ibunya.
Dan saat dibebaskan setahun kemudian, ia diperkosa oleh seorang tentara Amerika yang tinggal tidak jauh darinya.
Duka yang merundung hidupnya di awal-awal itulah yang, mungkin, membuatnya “kebal” terhadap drama dan bahaya.
Ketika berusia 19 tahun, ia berada di atas kapal ayahnya di Pelabuhan Havana ketika dua kapal mendekat. Kapal itu dipenuhi pria-pria berjenggot menggunakan pakaian militer.
Salah satu dari mereka menarik perhatiannya. “Wajahnya memukau saya,” tulisnya.
Tak lain, sosok menarik perhatian itu adalah Fidel Castro, hanya sebulan sebelum mengambil alih Kuba dari Fulgencio Batista melalui Revolusi 26 Juli yang terkenal itu.
“Saya tidak akan pernah melupakan saat pertama kali melihat tatapannya yang tajam, wajah yang mempesona, senyumnya yang jahat nan menggoda,” tulisnya.
“Saya Dr. Castro,” katanya. “Fidel. Saya Kuba. Saya datang untuk mengunjungi kapal besar Anda.”
Keduanya lalu bertukar pandang, dan beberapa saat kemudian, berpelukan—ini adalah awal dari affair yang akan mengubah jalah hidup Lorenz.