Kunjungan pertama ke negara asalnya itu meninggalkan kesan mendalam.
"Saya merasa saya berada di komunitas saya sendiri, warna kulit saya sama, keramahan, dan itu terasa mendalam pada diri saya," ungkap Andre.
Setahun berikutnya, Andre dan Marjolein sempat mencari orang tuanya lewat para suster di Rumah Sakit Panti Secanti tempat dia lahir.
Meski sempat bertemu dengan seseorang yang mengenal ayahnya, dia tak berhasil menemukan keluargannya.
"Suster di klinik tempat saya lahir, menawarkan diri untuk ikut mencari, kebetulan ada kenalan dari orangtua saya di Gisting, Lampung, dia bisa sedikit cerita tentang orang tua saya," jelas Andre.
Namun pertemuan dengan kenalan ayahnya di masa muda tak memberinya petunjuk berarti untuk dapat menemukan orang tuanya.
"Selain itu, kami sempat juga berhubungan dengan beberapa orang lain untuk mencari, karena tak mendapat petunjuk yang jelas, lalu kami berhenti mencari," kata Marjolein.
Meskipun begitu, Andre tetap menyimpan keinginan untuk bertemu dengan orang tua kandungnya, terutama setelah kelahiran putranya yang kini berusia 1,5 tahun.
Pada akhir 2017, Andre mendengar kabar dari rekannya di Belanda yang berhasil bertemu dengan orang tua kandungnya di Indonesia.
Peristiwa itu membuat Andre kembali melakukan pencarian dengan bantuan Yayasan Mijn Roots.
"Saya berusia 40 tahun dan saya menganggap orang-orang di sini tidak berumur panjang, saya pikir kalau saya tidak menemukan mereka sekarang, kapan lagi," jelas Andre.