Terkait hipotermia, Sudiyono mengatakan saat berada di ketinggian, suhu tubuh seseorang bisa saja turun dan mengalami hipotermia.
Namun, hal tersebut tergantung dari daya tahan tubuh masing-masing pendaki.
Untuk itu, Sudiyono mengatakan bahwa seorang pendaki harus memiliki persiapan, salah satunya dengan membawa pakaian hangat dan bekal makanan untuk mencegah hipotermia.
"Orang mendaki ini kan harus persiapan. Maka, ketika check in pack in dan pack out untuk pengecekan barang yang akan naik juga harus ada standar yang harus dipenuhi. Kalau naik tanpa bekal dan segala macam, kan, itu konyol juga," katanya.
Cara cegah hipotermia
Adi Seno Sosromulyono, anggota senior Mapala Universitas Indonesia, saat dikonfirmasi Kompas.com Selasa (23/7/2019), menjelaskan bahwa skin to skin memang salah satu cara untuk mengatasi hipotermia, tapi tidak disetubuhi.
“Cukup berpelukan dalam kantong tidur atau selimut agar panas tubuh penyelamat berpindah ke penyintas atau penderita. Tapi metode ini dipilih jika sudah parah saja,” kata Adi Seno.
Ia juga menjelaskan ada beberapa gejala hipotermia antara lain menggigil, mengigau, tidak fokus, bahkan pingsan.
"Saat menggigil, ini adalah usaha tubuh menaikkan suhu tubuhnya sendiri yang artinya suhu inti menurun," katanya.
Jika terdeteksi gejala hipotermia, harus segera dilakukan pencegahan, seperti pakaian penyintas diganti dengan pakaian yang kering dan hangat, masuk sleeping bag atau selimut thermal, serta diberi asupan makanan minuman hangat.
Jika sedang berada pada suhu rendah, basah atau angin yang kencang, sesama pendaki juga harus saling memperhatikan gejala hipotermia ke masing-masing rekan dan diri sendiri.