Dalam catatan BMKG, gempa besar di Selatan Jawa pernah terjadi tahun 1863,1867, 1871, 1896, 1903, 1923, 1937, 1945,1958, 1962, 1967, 1979, 1980, 1981, 1994, dan 2006.
"Sementara itu tsunami Selatan Jawa juga pernah terjadi pada tahun 1840, 1859, 1921, 1994, dan 2006," ujar Daryono.
"Ini bukti bahwa informasi potensi bahaya gempa yang disampaikan para ahli adalah benar bukanlah berita bohong," tambahnya.
Meski begitu, Daryono menegaskan bahwa besarnya magnitudo gempa yang disampaikan para pakar adalah potensi bukan prediksi.
Karena ini potensi, Daryono pun tidak bisa memprediksi kapan bencana tersebut akan terjadi.
"Tak ada satu pun orang yang tahu," tegas Daryono.
Oleh sebab itu, di tengah ketidakpastian dan ketidaktahuan, dia menegaskan pentingnya proses mitigasi.
Baik itu mitigasi struktural maupun mitigas non struktural.
Caranya, "dengan membangun bangunan aman gempa, melakukan penataan tata ruang pantai yang aman dari tsunami, serta membangun kapasitas masyarakat terkait cara selamat saat terjadi gempa dan tsunami."
Daryono menyebut ini adalah risiko tinggal dan menumpang hidup di pertemuan batas lempeng.
"Mau tidak mau, suka tidak suka, inilah risiko yang harus kita hadapi," tutur Daryono.