Meski tidak ada dalam catatan sejarah, perbedaan ekstrem kontur daratan di sisi timur Parangtritis dan dataran sebelah barat, mengindikasikan pernah terjadi tunjaman akibat patahan hebat.
Beberapa juta tahun yang lalu, kontur daratan Bantul dan Gunungkidul disebut pernah di level sama.
Seperti halnya daratan Gunungkidul yang sambung menyambung dengan kontur perbukitan karst Wonogiri, Pacitan, terus ke timur hingga Malang, Lumajang hingga Banyuwangi.
Patahan yang ambles mulai dari sisi timur Parangtritis hingga Kulonprogo itu akhirnya sebagian besar terisi endapan vulkanis dari Gunung Merapi di sebelah utara.
Endapan itu sebagian besar berasal dari Gunung Merapi Tua dan kemungkinan sebagian dari gunung Bibi, yang jauh lebih tua.
Daratan yang patah dan ambles, yang sekaligus jadi pembatas tegas antara dataran rendah Yogya hingga Bantul dan perbukitan di Gunungkidul ini sedikit banyak menjelaskan mengapa daerah terdampak paling parah gempa 2006 terlihat dari Pundong (Bantul) hingga Berbah (Sleman).
Dari temuan dan pembacaan sumber sejarah kuna tertulis, bencana besar tertulis di Prasasti Rukam bertarikh 829 Saka atau 907 Masehi.
Prasasti ini dikeluarkan Sri Maharaja Dyah Balitung sebagai pemimpin kerajaan Medang Mataram saat itu.
Prasasti tembaga ini ditemukan di Desa Petarongan, Parakan, Temanggung, pada 1975.
Inti prasasti itu adalah perintah dari Dyah Balitung lewat sang putra mahkota, Rakryan Mahamantri i Hino Sri Daksotamma Bahubajra Pratikpasaya, agar menjadikan Desa Rukam sebagai tanah sima (perdikan) bagi sang nenek, Rakryan Sanjiwana.
Desa itu disebutkan hancur karena letusan gunung berapi.