Follow Us

Sungguh Mengharukan, Begini Doa Terakhir Mantri Patra yang Dia Tulis dengan Tangan Menjelang Ajal Menjemput

Moh. Habib Asyhad - Senin, 24 Juni 2019 | 11:53
Pesan pilu Mantri Patra sebelum ajal menjemputnya di pedalaman Papua
Facebook Ros Milka Kamma/ Twitter @jayapuraupdate

Pesan pilu Mantri Patra sebelum ajal menjemputnya di pedalaman Papua

Suar.ID - Sebelum ajal menjemput, dalam keadaan sakit, Mantri Patra menyempatkan diri menulis doa.

Doa yang dia tulis dengan tangan itu begitu getir, penuh harap, dan tentu saja sangat mengharukan.

Dalam doanya itu, dia menyinggung tentang pekerjaannya, tentang orang-orang yang dia temui, dan lain sebagainya.

Mantri Patra--nama asli Patra Marinna Jauhari--meninggal dalam kesendirian. Tanpa keluarga, tanpa kerabat, hanya warga lokal yang menemaninya.

Baca Juga: Kisah Tragis Mantri Patra di Pedalaman Papua, Tetap Mengabdi Walau Ditinggal Rekan Kerja hingga Meninggal dalam Kesendirian

Mantri Patra meninggal secara tragis saat menjalankan tugas di daerah pedalaman Kebupaten Teluk Wondama, Papua Barat, seorang diri.

Kisah getir pengabdian Mantri Patra di pedalaman Papua, membuat banyak pihak turut berduka atas kepergiannya.

Bagaimana tidak, Mentri Patra memilih tetap bertahan mengabdi di pedalaman Papua meski seorang diri usai ditinggal pergi rekan kerjanya.

Tak hanya itu, helikopter yang dijanjikan akan menjemputnya si akhir masa pengabdian juga tak kunjung tiba.

Hingga akhirnya, Mantri Patra menghembuskan nafas terakhir usai sakit keras.

Dikutip dari Antara, Mantri Patra setidaknya sudah empat bulan lebih mengabdi di Kampung Oya Distrik Naikere, Teluk Wondama.

Dia memilih setia dalam tugas di saat rekan kerjanya pulang dan tak kembali lagi.

Dalam kesendirian dia tetap melayani hingga akhirnya ajal menjemput.

Petugas medis dari Dinas Kesehatan Teluk Wondama ini berada di Kampung Oya sejak Februari 2019.

Ia adalah satu dari sekian tenaga kesehatan yang ditunjuk untuk memberikan pelayanan di daerah pedalaman.

Tidak ada akses jalan darat apalagi sarana telekomunikasi.

Wilayah di perbatasan antara Teluk Wondama dengan Kabupaten Kaimana ini hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki atau menggunakan helikopter.

Baca Juga: Sebut Mantan Istri Bau Seperti Ikan Asin dan Gaya Hidupnya Mewah, Kakak Ipar Fairuz: Galih Punya Utang Rp95 Juta Sama Saya

Untuk mencapai pusat distrik di Naikere, warga setempat biasanya berjalan kaki selama tiga sampai empat hari.

Jalanan yang dilewati masih berupa jalan setapak menyusuri gunung dan lembah di tengah hutan belantara.

Pada awal Februari lalu, Mantri Patra bersama seorang rekannya diantar dengan helikopter ke Kampung Oya.

Mereka dijadwalkan bertugas selama tiga bulan dari Februari hingga Mei untuk kemudian dijemput kembali diganti petugas berikutnya.

Hingga akhir Mei 2019 belum juga ada helikopter yang datang menjemput.

Persediaan bahan makanan berupa beras, minyak goreng yang dibawanya pada tiga bulan lalu pun telah lama habis.

Demikian pula stok obat-obatan, semuanya telah habis dipakai.

Namun, Patra yang tinggal seorang diri setelah temannya sesama perawat memutuskan turun ke kota Wasior dengan berjalan kaki memilih tetap bertahan.

Dia terus memberi pelayanan medis dengan kondisi apa adanya.

Hari terus berlalu, helikopter yang ditunggu tak juga tiba, namun kesetiaan Patra tetap tak luntur.

Dia terus bertahan meski di hatinya memendam kecewa terhadap instansi tempatnya bekerja hingga akhirnya dia jatuh sakit.

Mengetahui kondisinya kian memburuk, seorang warga kampung Oya memutuskan berjalan kaki untuk memberitahukan kondisi sang mantri kepada kepala Puskesmas Naikere.

Baca Juga: Swiss Jadi Negara Paling Jujur di Dunia, Indonesia Kalah Jauh dari Mantan Penjajahnya Soal Kejujuran

Meskipun demikian, tetap saja tidak ada helikopter yang datang untuk mengevakuasinya ke kota guna mendapat perawatan medis.

Pada 18 Juni 2019, Patra menghembuskan nafas terakhir di tempat tugasnya di Oya.

Mantri Patra meninggal dalam kesendirian, tanpa ada keluarga, teman maupun kerabat yang mendampingi Pahlawan Kemanusiaan itu.

Jenazah Patra baru dievakuasi pada 22 Juni 2019 menggunakan helikopter yang disewa Pemda dari Nabire atau empat hari setelah dia meninggal dunia.

Kematian Patra yang terbilang tragis menjadi keprihatinan banyak pihak.

Sesaat sebelum ajal menjemputnya, Mantri Patra sempat menuliskan harapannya di secarik kertas.

Hal ini seperti dikutip GridHot.ID dari unggahan akun Twitter @jayapuraupdate pada 23 Juni 2019.

Baca Juga: Lagu Bayi Ayu Ting Ting Viral dan Bikin Geger Dunia Maya, Netizen Luar Negeri pun Turut Angkat Bicara

Dalam salah satu tulisan tangannya, Mantri Patra tetap berharap bisa mengabdi, mengobati masyarakat di sekitarnya, meski dirinya sendiri terbaring sakit keras.

"Baju Putih Kering Berkeringat

Inilah kalian, baju putih berkeringat yang dihiasi debu.

Meski tampak menjijikkan dengan pekerjaanmu saat kalian mendekati mereka

Hanya doa yang selalu kalian haturkan pada Tuhan di setiap gersang tanah hujan. Keringat kalian ada bagi mereka, untuk mereka.

Sambil sesekali merayu kepada Tuhan, kapan semua berakhir, namun tugas dan tanggung jawab berpihak pada kalian.

Dengan tingkah laku dan jiwa yang mencintai mereka, jiwa yang tidak berdosa, di tinggal sakit.

Kalian datang dengan harapan semua sehat.

Bandir pohon menjadi bantal bagi kalian.

Tanpa menghaturkan sepatah kata pun.

Kalian berjalan menembus rimba.

Tidak ada kata sungut di bibir.

Kalian tetap berharap baju putih adalah teman setia di mana keringat itu ada.

Biar semua orang menatap kalian, biar semua orang betah dengan kalian.

Kalian tahu asal kalian tinggi menjangkau langit tak pasti.

Tetapi di sela-sela doa terdengar...

Tuhan.. kami mau mereka rasa tangan kami.

Tuhan kami mau mereka rasa damai kerja kami, kami tak tuntut banyak.

Berikan kami kesehatan dan umur panjang biar bisa berkarya."

Baca Juga: Ini Bagian Tubuh Krisdayanti yang Mendapat Perhatian Lebih saat Operasi Plastik

Tomas Waropen, Kepala Puskesmas Naikere menyatakan nyawa Patra mungkin bisa tertolong jika pihak dinas kesehatan maupun instansi terkait lainnya cepat merespon laporannya terkait kondisi Patra dan meminta segera dikirim helikopter.

"Kami sudah rapat sampai tiga kali dengan Dinas Kesehatan, Kesra dan Pak Sekda tapi tetap tidak ada jalan. Sampai akhirya dia sudah meninggal baru helikopter bisa naik," ujar Waropen

Bagi Waropen, Patra adalah pahlawan kemanusiaan.

Dia rela mendedikasikan hidupnya untuk kebaikan masyarakat di pedalaman Naikere tanpa banyak mengeluh dan menuntut.

Tindakan mulia yang justru selalu dihindari banyak petugas medis lainnya.

"Patra adalah pahlawan bagi masyarakat di pedalaman Mairasi (nama suku di pedalaman Naikere). Sementara kita anak-anak negeri ini banyak yang jadi Judas (murid yang mengkhianati Yesus)," kata Tomas Waropen.

Editor : Moh. Habib Asyhad

Baca Lainnya

Latest