Suar.ID - Lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret tahun 1966 atau yang lebih dikenal dengan Supersemar menjadi salah satu babak sejarah paling kontroversi menjelang runtuhnya kekuasaan Soekarno.
Presiden Soekarno merasa dibohongi Soeharto.
Itulah hal yang disampaikan Sidarto Danusubroto, ajudan terakhir Bung Karno, pasca-terbitnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) tahun 1966.
"Bung Karno merasa dikibuli," kata Sidarto saat dijumpai Kompas.com di kediamannya di Jakarta Selatan, Minggu (6/3/2016).
Baca Juga : China Memerintahkan Perusahaan Penerbangannya untuk Menangguhkan Penggunaan Pesawat Boeing 737 MAX
Setelah 53 tahun berlalu, Supersemar masih menyimpan banyak misteri.
Setidaknya masih ada kontroversi dari sisi teks dalam Supersemar, proses mendapatkan surat itu, dan mengenai interpretasi perintah tersebut.
Menurut Sidarto, Soekarno menunjukkan sikap berbeda dengan serangkaian langkah yang diambil Soeharto setelah menerima Supersemar.
Sidarto tidak menyebut detail perubahan sikap Soekarno, tetapi ia menekankan bahwa Supersemar tidak seharusnya membuat Soeharto membatasi ruang gerak Sang Proklamator dan keluarganya.
Baca Juga : Sikap Tegasnya Buat Luna Maya Patah Hati, Reino Barack Kini Yakin Ingin Bersama Syahrini Sampai Mati
"Dalam Supersemar, mana ada soal penahanan? Penahanan fisik, (dibatasi bertemu) keluarganya, penahanan rumah. Supersemar itu seharusnya melindungi keluarganya, melindungi ajarannya (Bung Karno)," kata Sidarto.