Dengan melakukan referensi silang terhadap berbagai data di atas, Zero Trust bisa menemukan tanda-tanda korupsi, misalnya bila ada transfer uang yang mencurigakan atau mobil baru yang didaftarkan atas nama keluarga atau teman pegawai negeri.
Setelah mencurigai, Zero Trust kemudian akan mengalkulasikan kemungkinan tindakan tersebut adalah tindak korupsi.
Jika melewati batas tertentu, Zero Trust kemudian akan memperingatkan otoritas China yang akan melakukan verifikasi dan membuat keputusan akhir.
Namun, sistem ini bukan tanpa kekurangan.
Meskipun kecerdasan buatan tersebut mampu menemukan koruptor dengan cepat, tetapi ia tidak dapat menjelaskan konklusi tersebut tercapai.
Alhasil, keberadaan manusia masih diperlukan untuk membantunya.
Zhang Yi dari Komisi Inspeksi Disiplin untuk Partai Komunis China yang bertugas di Ningxiang, Hunan, salah satu dari segelintir daerah yang masih menggunakan Zero Trust, mengatakan, kami hanya menggunakan hasil mesin sebagai referensi. Kami masih perlu memeriksa dan menverifikasi kebenarannya.
“Mesin ini tidak bisa mengangkat telepon dan menghubungi orang yang dianggap bermasalah. Pada akhirnya, keputusan tetap dibuat oleh manusia,” katanya.
Ketika pertama kali diluncurkan, Zero Trust hanya diuji coba pada 30 daerah dan kota, sekitar 1 persen dari total area administratif China.
Baca Juga : Ditanya tentang 6 Caleg Gerindra yang Eks-Koruptor, Prabowo: 'Mungkin Korupsinya Enggak Seberapa'
30 daerah dan kota tersebut memang sengaja dipilih yang berlokasi di area-area terpencil dan miskin.