Sejak itu, dia sudah pergi ke Aceh, Jambi, Manado, dan terakhir ke Irian (sekarang Papua), untuk melakukan penelitian flora dan fauna.
Dia itu orangnya tekun sekali. Makanya pantas jadi peneliti.
Sampai usia 32 tahun, Theis masih sendiri. Mungkin karena dia masih mau membahagiakan saya.
Sejak ayahnya meninggal tahun 89, Theis memang sangat memperhatikan saya.
Kalau sedang libur, biarpun cuma sehari, dia tak pernah lupa menengok saya di Bandung.
Biasanya, kalau pulang dari penelitian, Theis bawa oleh-oleh cerita seru. Misalnya, pernah dia dikejar-kejar binatang buas. Selain itu, Theis tak lupa mengajak sekeluarga berekreasi.
Entah ke Ciater atau Situ Patenggang. Mungkin itulah cara dia refreshing dan melepas rindu setelah berbulanbulan di lapangan.
Baca Juga : Hanya dengan Roti Manis dan Air, Driver Ojek Online Sukses Selamatkan Wanita yang Ingin Bunuh Diri
Bayangkan saja, untuk satu penelitian dia bisa pergi sampai 6 bulan. Cuma di Irian ini yang 3 bulan. Sayang, sehari sebelum kepulangannya. Dia keburu disergap.
Yang sudah terjadi, biarlah terjadi. Saya juga tak mau menaruh dendam pada pembunuh Theis.
Karena Tuhan melarang dendam. Tuhan mengajarkan kita untuk mengampuni.
Tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Saya yakin, semua itu ada balasannya.