Barusan Kampung Mati Ponorogo Viral, Nyatanya Beginilah Sejarah Ponorogo, Didirikan Oleh Adik Raja Demak Raden Patah Sampai Jadi Kota Santri

Sabtu, 06 Maret 2021 | 18:05
Kompas.com

Ponorogo selain dikenal sebagai Kota Santri, juga menjadi kota penuh budaya

Intisari-online.com -Ponorogo kembali jadi perbincangan di media sosial.

Namun kali ini bukan karena wisata Reog atau keseniannya.

Kampung mati di Ponorogo adalah topik yang sedang hangat dibicarakan di media sosial.

Kampung tersebut berada di Dusun Krajan I, Dukuh Sumbulan, Desa Plalang, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo.

Baca Juga: Bukan Orang Sembarangan, Ternyata Inilah Istri Baru Din Syamsuddin, Kakeknya Pendiri Pondok Pesantren Modern Gontor Yang Termasyhur, Jabatannya Juga Nggak Kaleng-kaleng

Tidak ada satu pun warga yang tinggal di kampung tersebut sejak lima tahun terakhir.

Padahal pada tahun 1850, di kampung tersebut sempat berdiri pondok pesantren milik Nyai Mutadho anak ulama dari Demak.

Keberadaan pondok tersebut membuat banyak warga berdatangan untuk menimba ilmu.

Menurut warga yang pernah tingga di kampung tersebut, ada 30 kepala keluarga yang tinggal.

Baca Juga: Hati Siapa yang Tak Sedih, Ayah dan Ibunya Lumpuh dan Cuma Bisa Terbaring Lemah di Rumah, Bocah Kelas 6 SD ini Terpaksa Berkebun Demi Bisa Hidupi Orangtuanya, Begini Kisah Pilunya...

Namun satu per satu dari mereka pindah karena akses jalan yang sulit, menikah atau ikut keluarga lain.

Terakhir hanya ada dua kepala keluarga yang juga memutuskan untuk pindah sejak lima tahun lalu karena pemukiman itu sepi.

Adik Raden Patah

Kabupaten Ponorogo berada di Provinsi Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah.

Kabupaten Ponorogo tak bisa dilepaskan dari cerita tentang Bathoro Katong yang dinobatkan menjadi adipati pertama Kadipaten Ponorogo pada tahun 1837.

Baca Juga: Gempa 6,2 SR di Sulawesi Barat: BMKG Ungkap Sejarah Gempa Majene-Mamuju yang Pernah Terjadi di Tahun 1969

Dikutip dari antaranews.com, peneliti reog Rido Kurnianti menjelaskan Bathoro Katong bernama asli Lembu Kanigoro.

Ia adalah putra kelima Prabu Brawijaya V yakn adik Raja Demak Raden Patah.

Agar masyarakat yang masih banyak menganut Hindu Budha bisa mudah menerima, Raden Patah memberi nama adiknya Bathoro Katong.

Bathoro Katong berasal dari kata "batara" yang berarti dewa dan "katon" yang berarti menampakkan diri sehingga Bathoro Katong berarti dewa yang mewujud atau menampakn diri dalam wujud manusia.

Baca Juga: 7 Potret Sisi Lain Sejarah Ini Jarang Diketahui oleh Publik: Mulai dari Artis Cantik pada Zamannya hingga Foto Raksasa dari China

Sementara itu dikutip dari laman ponorogo.go.id, diceritakan dalam Babad Ponorogo saat Bathoro Katong tiba di wilayah Wengker.

Ia lalu memilih tempat itu karena memenuhi syarat untuk pemukiman. Lokasinya saat ini berada di Dusun Plampitan, Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan.

Setelah melewati kondisi dan tantangan yang silih berganti, Bathoro Katong ditemani Selo Aji, dan Ki Ageng Mirah bersama pengikutnya mulai mendirikan pemukiman.

Sekitar tahun 1482. ia pun mulai melakukan konsolidasi wilayah. Antara tahun 1482-1486, ia mulai menyusun kekuatan dan melakukan pendekatan dengan Ki Ageng Kutu dan seluruh pendukungnya.

Baca Juga: Auto Tajir Melintir! Kakek ini Berhasil Jual Rumahnya Seharga Rp 20 Miliar Padahal Cuma dari Kayu Reot, Terungkap Tempat Tinggalnya ini Punya Nilai Sejarah yang Tak Terduga ini!

Ia pun mulai merintis untuk mendirikan kadipaten dengan dukungan banyak pihak.

Pada akhir abad XV, Bathoro Katong dilantik menjadi adipati yang pertama di wilayah Ponorogo.

Penetapan dilakukan pada 11 Agustus 1496 masehi yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Ponorogo yang kemudian berkembang menjadi Kabupaten Ponorogo.

Kajian sejarah di Ponorogo juga mengacu pada Hand Book of Oriental History.

Dijelaskan terdapat ada sepasang patu gilang yang terdapat di depan gapura kelima kompleks makam Bathoro Kalong.

Pada batu tersebut tertulis candrasengkala memet dengan gambar manusia yang bersemedi, pohon, burung garuda, dan gajah.

Baca Juga: Bikin Bertanya-tanya Hingga Mengelus Dada, Beginilah Penampakan Jembatan Bambu 'Termahal' di Dunia yang Ternyata Ada di Indonesia!

Candrasengkala ini menunjukkan angka tahun 1418 Saka atau tahun 1496 M.

Sehingga diketahui wisuda Bathoro Katong sebagai Adipati Kadipaten Ponorogo pada hari Minggu Pon, 1 Besar 1418 Saka bertepatan tanggal 11 Agustus 1496 M atau 1 Dzulhijjah 901 H.

Nama Ponorogo

Di Babad Ponorogo diceritakan asal usul nama Ponorogo.

Awalnya Bathoro Katong, Kyai Mirah, Selo Aji, dan Joyidipo berkumpul bersama di tanah lapang yang berada di dekat gumuk yang saat ini masuk dalam wilayah Katongan.

Mereka berkumpul pada hari Jumat dan bertepatan dengan bulan purnama.

Baca Juga: Ditelantarkan Keluarga Sendiri, Puluhan Lansia ini Cuma Tidur Diatas Coran Semen yang Keras di Panti Jompo, Begini Kata Pemiliknya

Lalu di pertemuan tersebut mereka menyepakati wilayah tersebut dinamakan Pramana Raga yang kemudian berubah menjadi Panaraga (Ponorogo).

Pramana Raga terdiri dari dua kata yakni pramana dan raga. Pramana berarti daya kekuatan, rahasia hidup, permono, wadi. Sedangkan raga berarti bada, jasmani.

Jika kedua kata tersebut digabungkan maka dapat ditafsirkan bahwa di balik badan, raga manusia tersimpan suatu rahasia hidup.

Atau juga bermakna "melihat diri sendiri" atau dalam kata lain disebut mawas diri.

Baca Juga: Dibangun di Pulau Terpencil, Asal-usul Rumah Misterius Paling Kesepian di Dunia Ini Akhirnya Terungkap

Selain itu manusia yang memiliki kemampuan olah batin bisa menempatkan diri di mana pun dan kapan pun ia berada.

Kabupaten Ponorogo dikenal dengan julukan Kota Reog atau Bumi Reog karena daerah ini merupakan daerah asal dari kesenian Reog.

Ponorogo juga dikenal sebagai Kota Santri karena memiliki banyak pondok pesantren, salah satu yang terkenal adalah Pondok Modern Darussalam Gontor yang terletak di Desa Gontor, Kecamatan Mlarak.

Setiap tahun pada bulan Suro, Kabupaten Ponorogo mengadakan suatu rangkaian acara berupa pesta rakyat yaitu Grebeg Suro.

Baca Juga: Disebut Haus Darah Satu Tetes Tiap Harinya, Inilah Asal Usul Jenglot yang Katanya 'Ditolak' Bumi, Begini Kisahnya yang Bikin Merinding!

Pada pesta rakyat ini ditampilkan berbagai macam seni dan tradisi, di antaranya Festival Reog Nasional, Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka, dan Larungan Risalah Doa di Telaga Ngebel.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Tag

Editor : Maymunah Nasution

Sumber Kompas.com