Sempat Dijadikan Alasan untuk Cari Simpati Dunia agar bisa Merdeka dari Indonesia, kini TPA di Timor Leste Ini Malah jadi 'Tur Kemiskinan' bagi Warga Australia

Rabu, 14 Oktober 2020 | 06:00
Tangkapan Aljazeera

Tempat Pembuangan Sampah di Timor Leste kini jadi lokasi turis warga Australia.

Suar.ID -Kelompok-kelompok anti integrasi semasa Timor Leste bernama Timor Timur yang bergabung dengan Indonesia terus mengangkat semua isu bak jadi barang jualan untuk mencari simpatik dunia pada perjuangan mereka lepas dari Indonesia.

Salah satu isu adalah Tempat Pembuangan Akhir atau TPA yang menjadi alasan kemiskinan di Timor Leste akibat pendudukan di Indonesia.

Kehidupan tidak layak sebagian warga yang mengais rezeki di tempat sampah itu pun menarik perhatian dunia.

Namun setelah 21 tahun lepas dari Indonesia, kondisi tempat sampah malahsemakin memprihatikankan.

Baca Juga: Timor Leste Bisa Hilang dari Peta! Ekonominya Makin Parah, Ini Kabar Terbarunya

Berbagai limbah rumah tangga dan rumah sakit dibuang di lokasi itu hingga menjadi ancaman bagi nyawa warga yang mencari kehidupan di sana.

Bahkan, kini lokasi itu menjadi salah satu lokasi tur wisawatan yang ingin menyaksikan kemiskinan di Timor Leste

Jatuh ke tangan Indonesia pada 1975 setelah lepas dari penjajah Portugis, rakyat Timor Leste masih terus menginginkan kemerdekaannya.

Hal itu dilatarbelakangi oleh kondisi rakyat Timor Leste yang hidup dalam konflik, kelaparan, hingga penyakit.

Baca Juga: Kekayaan Alam dan Dana Ratusan Triliun Rupiah seakan tak ada Artinya, Xanana Gusmao Memprediksi Timor Leste akan Menjadi Negara Mati 10 Tahun ke Depan: Kita Lari saja

Banyak disebut bahwa lebih dari 200.000 orang tewas akibat pertempuran, kelaparan dan penyakit selama invasi dan pendudukan Indonesia.

Buah dari perlawanan yang terus menerus terjadi, yaitu digelarnya referendum yang didukung PBB.

Kemudian, Timor Leste lepas dari Indonesia sebagai hasil referendum 1999 yang menunjukkan mayoritas warga Timor Leste menginginkan kemerdekaan.

Namun, hingga beberapa dekade setelah kemerdekaannya, masih tampak gambaran anak-anak Timor Leste kekurangan gizi.

Baca Juga: Mati-matian Demi Mempertahankan Timor Leste, Pasukan Kapten Prabowo Subianto Bertempur Sengit dengan Kelompok Fretilin yang Ingin Merebut Timor Timur dari NKRI: Tangkap Nicolao Lobato Hidup atau Mati!

Masih terjadi disintegrasi hukum dan ketertiban, serta tidak adanya layanan sosial pun masih terjadi.

Salah satunya tampak melalui kondisi sebuah TPA di Timor Leste, yaitu TPA Tibar dekat ibu kota, yang masih memprihatinkan dan tidak banyak berubah.

Memyadur Aljazeera (19/11/2017), para pemulung berusia sekitar 8 tahun masih mencari nafkah dalam kondisi tak terbayangkan di TPA Tibar.

Gambaran seperti itulah yang pada 1999, memicu kemarahan publik yang meluas di seluruh dunia dan pengiriman pasukan penjaga perdamaian internasional ke Timor Leste setelah anarki meletus menyusul referendum kemerdekaan negara tersebut untuk meninggalkan Indonesia.

Baca Juga: Baru Sadar Kekayaannya Kerap Dikeruk secara Diam-diam, Timor Leste Berencana Balas Dendam dan Membuat Australia Telan Kerugian Besar bagi Musuh di dalam Selimutnya Itu

TPA Tibar merupakan tempat pembuangan sampah yang tidak diatur, digunakan untuk sebagian besar sampah di Dili.

Sampah-sampah yang dibuang di sana termasuk asbes mematikan dan limbah rumah sakit yang tidak diolah.

Situs seluas tujuh hektar yang terletak di perut lembah yang curam tersebut merupakan bencana lingkungan dan kesehatan masyarakat di Timor Leste.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, sekitar 100 ton limbah berbahaya diproduksi setiap tahun di Dili dari kegiatan perawatan kesehatan saja.

Baca Juga: Akhirnya Terungkap, Inilah Alasan Brilian BJ Habibie Melepas Timor Leste di Masa Lalu

Karena tidak ada fasilitas pengolahan atau pembuangan terpusat yang tersedia untuk limbah semacam itu, limbah rumah sakit cukup sering dibuang bersama limbah kota di Tibar.

Kondisi TPA Tibar begitu memprihatinkan.

Hal pertama yang menarik perhatian pengunjung ke TPA Tibar adalah asap hitam tajam yang dikeluarkan oleh api yang dibuat oleh pemulung untuk melelehkan plastik dari barang-barang seperti mesin cuci dan kursi yang kemudian dapat dijual sebagai besi tua.

Seperti itulah yang dirasakan oleh seorang turis dari Australia, Chris Kaley.

Baca Juga: Bagai Musuh dalam Selimut, Dulu Negara Ini Mati-matian usir Tentara Indonesia Demi Kemerdekaan Timor Leste, Sekarang Malah Mengeruk Kekayaan Minyak Bumi Lorosae yang Dilanda Krisis Kemiskinan

“Asapnya benar-benar mengejutkan saya, ini nyata - tumpukan membara 24/7,” kata Chris Kaley, yang mengunjungi tempat pembuangan sampah bersama Bruce Logan, salah satu pemilik Australia dari Beachside Hotel di Dili.

Sementara Logan mengaku rutin pergi ke TPA tersebut, bukan hanya untuk membuang sampah tapi juga memberikan tamunya sebuah 'tur'.

“Saya datang ke sini sekali atau dua kali seminggu untuk membuang sampah."

"Saya juga membawa tamu kami yang tertarik untuk melihat bagaimana sisilain dari hidup, ”kata Logan.

Baca Juga: Tinggalkan Suami Demi Pria Pengusaha Asal Timor Leste, Krisdayanti Ungkap Cerita Dirinya Kerap Kena Omel Sang Suami Gara-gara Hal Ini: Saya Dulu Enggak Fokus

Bahkan, Logan memiliki sebutan khusus untuk tur yang diadakannya ke TPA terebut.

“Saya menyebutnya 'tur berhenti-mengomel' karena datang ke sini memberi Anda gambaran nyata tentang hal-hal sepele yang dikeluhkan orang di Australia," katanya.

Dengan kondisi berbahaya itu, para pemulung tetap datang ke sana demi mencari nafkah.

Saat Chris Kaley dan Bruce Logan mengunjungi TPA tersebut, ada pula setidaknya 20 pemulung yang sedang bekerja.

Baca Juga: Pada 1999 Nekat Pisah dari Kedaulatan Indonesia walau Berdarah-darah, Timor Leste Kini Malah Dikabarkan akan Bangkrut!

Diantaranya para pemulung itu adalah Domingos, pria berusia 61 tahun yang bekerja di TPA selama enam bulan.

“Yang berharga adalah botol dan kaleng,” katanya.

“Jika saya mengumpulkan banyak kaleng, saya bisa menjualnya seharga $ 1.”

Bahkan, diantara pemulung itu terdapat anak-anak, termasuk seorang gadis berusia 8 tahun bernama Vanya.

Dia mengaku telah bekerja di sana sepanjang hidupnya.

Baca Juga: Krisdayanti Diberi Peringatan oleh Ahli Astrology: Diramal Bakal Ketiban Sial Sampai Tahun 2039

“Saya suka di sini karena saya bisa bersama orang tua dan teman-teman saya,” katanya.

Vanya mengaku dia bersekolah, tetapi ketika ditanya mengapa dia tidak pergi sekolah saat itu, dia tidak menjawab.

Sementara itu, Bio, seorang anak laki-laki berusia 11 tahun, penuh dengan kotoran, juga mengatakan dia belajar “di sore hari”.

Baca Juga: Dulu Ngebet Minta Merdeka dari NKRI yang Dianggap sebagai Penjajah, Timor Leste Kini Minta Bantuan Indonesia Evakuasi Warganya dari Wuhan

Pada saat itu, sebuah kaleng aerosol yang tersembunyi di tumpukan terbakar di belakang kedua anak itu tiba-tiba meledak.

Ledakan kaleng aerosol mengeluarkan suara gemuruh yang memekakkan telinga.

Saat tim reporter tersentak ketakutan, Bio dan Vanya justru hanya tersenyum.(Khaerunisa/Intisari Online)

Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul Tempat Pembuangan Sampah di Timor Leste, Dulu Jadi Alasan Merdeka, Kini Jadi Lokasi Tur

Tag

Editor : Ervananto Ekadilla

Sumber Al Jazeera, Intisari Online