Terbongkar ke Publik, Ternyata Begini Cara Pangeran Arab Saudi Curi Hati Donald Trump, Sampai Tega Lecehkan Barack Obama
Suar.ID -Siapa sangka Pangeran Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) ternyata dekat dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Dia bahkan disebut punya cara khusus untuk mencuri hati sosok dengan rambut ikonik itu.
Di antaranya bahkan sampai nekat melecehkan Barack Omaba dan Hillary Clinton.
Tak hanya itu, MBS juga disebut membuatmenantu Trump sekaligus penasihat Gedung Putih Jared Kushner, seakan-akan sebagai orang penting.
Hal itu diungkapkan oleh sebuah buku berjudul Blood And Oil: Mohammed Bin Salman's Ruthless Quest For Global Power yang ditulis oleh Bradley Hope dan Justin Scheck sebagaimana dilansir dari Daily Mail, Jumat (4/9) pekan lalu.
Dalam buku itu disebutkan, MBS menyambut baik kemenangan Trump dalam pemilihan umum (pemilu) Amerika Serikat (AS) pada 2016.
Ketika itu, Donald Trump mengalahkan pesaing terkuatnya, Hillary Clinton.
MBS, masih menurut buku itu, menyukai Trump karena dia membenci kesepakatan Obama dengan Iran dan tampaknya tidak terlalu peduli dengan hak asasi manusia (HAM).
Pewaris takhta Kerajaan Arab Saudi itu melihat Trump sebagai "Pria yang bisa dimenangkan dengan sedikit sanjungan."
Ketika bertemu dengan Trump pada 2017, MBS bermain-main dengan mencaci target favorits Trump: Obama dan Clinton.
Trump juga berkunjung ke Ibu Kota Arab Saudi, Riyadh, pada di mana dia berpose dengan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud dan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi memegang bola dunia yang bercahaya.
Trump juga meminum minuman ringan Diet Coke dari teko kopi tradisional Arab.
Beberapa pekan setelah itu, MBS ditunjuk Raja Salman sebagai Putra Mahkota Arab Saudi.
Hope dan Scheck mengatakan bahwa MBS tahu bagaimana cara berhadapan dengan orang yag leboh tua dari pengalamannya bergaul dengan para pangeran Arab Saudi lain.
Sebuah Peluang
Sebelum mencalonkan diri sebagai presiden, Trump menuntut agar Arab Saudi memberikan minyak gratis kepada AS selama sepuluh tahun ke depan.
Atau kalau tidak, mereka tidak akan melindungi pesawat Boeing 747 pribadi mereka.
Selain itu, Trump juga berkampanye untuk melarang Muslim datang ke AS sehingga banyak negara-negara Muslim yang ingin Trump kalah dalam pemilu.
Namun, MBS melihat Trump sebagai sebuah sebuah peluang.
Dia menempatkan slogan kampanye Trump tak lebih dari gertakan sambal.
MBS lebih memilih Trump agar menang pemilu daripada Clinton yang dia anggap 'menjengkelkan'.
Yang lebih mungkin mengganggu kerajaan tentang HAM dan kebebasan bagi wanita.
Selain itu, penguasa Saudi membenci kesepakatan nuklir yang dibuat Obama dengan musuh bebuyutan mereka, Iran.
Mereka khawatir Iran akan menggunakan keuntungan ekonomi untuk menyebabkan 'kekacauan' di Timur Tengah.
MBS juga mengkritik reaksi Obama terhadap Arab Spring.
Padahal sebelumnya, MBS telah mencoba membuat para pejabat Obama terpesona dengan rencananya untuk memodernisasi Arab Saudi dan mengubah ekonominya yang bergantung pada minyak.
Namun usaha tersebut gagal.
MBS juga mengeluh secara pribadi bahwa Obama berhenti mendukung mereka dan sangat marah ketika tahu ada anggota kerajaan yang tampaknya mendukung Partai Demokrat sebelum pemilu AS.
Sebaliknya, Trump adalah seorang pengkritik kesepakatan nuklir dengan Iran.
Terbukti Trump menarik AS keluar dari pakta tersebut dalam waktu 18 bulan setelah menjabat.
Selain itu, MBS secara personal bersimpati dengan kritik Trump terhadap muslim ultra-konservatif yang memberi label buruk kepada Islam dan Arab Saudi di mata Barat.
Begitu Trump menjabat, Arab Saudi langsung mengundang Trump ke Teluk Arab sebagai perjalanan luar negeri pertama Trump sebagai presiden.
Dalam panggilan telepon persiapan, Raja Salman mengatakan kepada Trump bahwa dia adalah pengagum beratnya.
Hal itu ditanggapi oleh Trump dengan 'Oke, Raja'.
Raja Salman mengatakan bahwa MBS akan bertanggung jawab atas pengaturan sambutan Trump di Arab Saudi sambil membercandai Trump.
"Jika menurut Anda dia tidak melakukan pekerjaan dengan baik, Anda dapat mengatakan kepadanya:Anda dipecat!" kata Raja Salman.
Sanjung Kushner
Sebelum kunjungan ke Riyadh, MBS pergi ke Gedung Putih dan mendapat sambutan hangat dengan mengkritik Obama dan menyebut Hillary Clinton 'tidak sopan'.
Sang pangeran lantas mengalihkan perhatiannya ke Kushner.
Dia memuji Kushner sebagai pembawa perubahan di Timur Tengah.
MBS dan Kushner saling berbalas pesan melalui WhatsApp di mana pangeran menjelaskan bahwa dia mempromosikan Islam yang lebih moderat.
Kushner memberi tahu dua utusan Arab Saudi bahwa kerajaan harus dimodernisasi.
Misalnya dengan mengizinkan wanita mengemudi, sebuah reformasi yang telah lama dibahas tetapi tidak pernah diterapkan.
Kaum ultra-konservatif telah lama memperingatkan bahwa mengizinkan wanita untuk mengemudi akan menyebabkan dosa.
Baca Juga: Ibadah Haji 2020 Terancam Ditiadakan, Di Tanggal Ini akan Diumumkan Keputusan Akhirnya
Mereka juga rentan mengalami pelecehan jika dibiarkan mengemudi.
Wanita yang melanggar hukum dipecat dari pekerjaan mereka dan dilarang bepergian ke luar negeri.
MBS melihat segala sesuatunya secara berbeda.
Dia percaya bahwa seorang pemuda yang marah dan kelebihan penduduk yang memiliki akses ke media sosial lebih berbahaya baginya daripada ulama garis keras.
Bawahan MBS lantas membiarkan Kushner berpikir bahwa dia memiliki pengaruh dan meyakinkan penasihat Gedung Putih bahwa MBS adalah seorang reformis.
Larangan menyetir bagi wanita akhirnya dicabut pada Juni 2018, memungkinkan perempuan duduk di kursi pengemudi untuk pertama kalinya dalam sejarah Arab Saudi.
Rebut Gelar Putra Mahkota
Dalam usahanya, MBS juga mencoba menopang posisinya sendiri di dalam kerajaan.
Di mana aturan suksesi sering kali samar dan hubungan pribadi adalah kuncinya.
Ketika Trump terpilih, MBS hanya berada dalam urutan ketiga garis takhta, di belakang putra mahkota Muhammad bin Nayef yang memiliki banyak teman di pemerintahan AS.
Namun, Kushner dan sesama penasihat Trump Steve Bannon langsung merapat ke MBS dan meyakinnya bahwa Washington akan melakukannya.
Setelah itu, Muhammad bin Nayef dicopot gelarnya pada tahun 2017.
Tidak ada tanda-tanda protes dari Washington karena MBS dilantik sebagai pewaris takhta.
"Pangeran tahu persis bagaimana menghadapi Trump," kata penulis buku tersebut, Bradley Hope dan Justin Scheck.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Sebuah Buku Ungkap Cara MBS Menangkan Hati Trump Sehingga Jadi Putra Mahkota Arab Saudi