Suar.ID -Keputusan Presiden Joko Widodo atau Jokowi menaikkan kembali Iuran BPJS Kesehatan dinilai telah mengabaikan hak konstitusional rakyat.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Irwan mengatakan, kondisi masyarakat saat ini sedang terjepit akibat menurunnya pendapatan di tengah pandemi Covid-19, kemudian sekarang ditambah naiknya iuran BPJS.
“Rakyat jadi ambyar kalau sikap pemerintah begini,” ujar Irwan kepada wartawan, Jakarta, Rabu (13/5/2020), melansir dari Tribunnews.
Menurut Irwan, dengan keadaan seperti ini, masyarakat bisa tidak mampu membayar premi sehingga jaminan kesehatan terabaikan.
“Ini sama saja menghilangkan hak konstitusi rakyat."
"Pemerintah gagal memberikan layanan kesehatan bagi rakyat Indonesia,” ujar anggota Fraksi Demokrat itu.
Di sisi lain, Irwan menduga, sejumlah langkah pemerintah di saat pandemi justru kontradiktif dan cenderung lebih menyelamatkan kekuasaan.
"Adanya Perppu 1 tahun 2020, disahkannya UU Minerba 2020 serta Perpres kenaikan iuran BPJS, makin membuktikan pemerintah hanya memikirkan keselamatan kekuasaan semata dibanding keselamatan rakyat," tuturnya.
Baca Juga: Sudah Terlanjur Bayar Iuran Berlebih? Tenang, BPJS Kesehatan Bakal Lakukan Ini
Kenaikan ini tertuang di Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34 itu ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020).
Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000.
Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000.
Baca Juga: MA Batalkan Aturan Soal Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan 100 Persen
Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.
Padahal sebelumnya, MA melalui putusan perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil, menerima dan mengabulkan sebagian uji materi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang permohonannya diajukan KPCDI.(Tribunnews)