Suar.ID -Balik ke Korea Selatan (Korsel) untuk melanjutkan kontrak kerja, Ahmad Abdul Hakim (23) membagikan kisahnya saat jalani karantina di Korsel.
Hakim, sapaannya merupakan lelaki 23 tahun kelahiran Cilacap, Jawa Tengah.
Selepas Sekolah Menengah Atas (SMA), ia sempat diliputi rasa bimbang.
Di satu sisi Hakim ingin sekali bekerja di Korsel usai melihat tetangganya yang sukses sepulang dari Negeri Ginseng itu.
Sementara di sisi lain, ia ingin melanjutkan pendidikan dan kuliah di Jakarta.
"Akhirnya saya coba merantau dulu ke Jakarta di tahun 2014."
"Saya coba hidup di Jakarta seperti apa dan ternyata cari kosan murah aja susah," ceritanya kepada TribunJakarta.com, Selasa (28/4/2020).
Setahun berikutnya, ia memutuskan untuk mengambil kursus Bahasa Korea di Cilacap.
Baca Juga: Pasien yang Dinyatakan Sembuh di Kabupaten Lumajang Ini Meninggal saat Melakukan Karantina Mandiri
"Saya akhirnya tetap tertarik buat kursus bahasa, jadi ambil Bahasa Korea di Cilacap, kalau di kampung kan biaya lebih murah," lanjutnya.
Selama empat bulan menjalani kursus, Hakim akhirnya tertarik untuk bekerja di Korsel dan ia pun melewati serangkaian proses.
"Jadi sambil nunggu berkas saya balik kerja di Jakarta, kan lumayan sembari nunggu visa, saya nyambi kerja," ungkapnya.
Selanjutnya, tepat di Bulan September 2016, ia berangkat ke Korsel dan bekerja di salah satu pabrik yang ada di Kota Chungcheongbuk-do hingga saat ini.
Kendati demikian, pada Minggu (23/2/2020) ia memutuskan kembali ke tanah air dan mengambil cuti.
Segala protokol kesehatan telah ia jalani termasuk di Korsel maupun di Indonesia.
"Saya pulang dan di pesawat itu sudah pakai masker dan belum ada social distancing."
"Itu saya cuti sekitar dua bulan dan sesuai jadwal, tanggal 4 April saya kembali ke sana," katanya.
Kendati demikian, Hakim melihat update berita pasien Covid-19 di Korsel semakin bertambah menjelang kepulangannya.
Untuk itu, ia memutuskan untuk memberikan pesan kepada bosnya yang ada di Korsel.
"하킴 4 일 비행기 를 출발합니다...커러나 있는데 어떻게요?" kata Hakim melalui pesan singkat.
(Pesawat Hakim tanggal 4 April berangkat, tapi ada virus corona. Bagaimana ya?)
"하킴 이번에 한국 오지 말고 다음에와 한 3주 정도 있다가," jawab bosnya.
(Hakim sekarang jangan berangkat ke Korea, nanti datanglah 3 minggu lagi)
알겠습니다, 하킴 24 월 한국에 갈거에요
(Baiklah, Hakim akan berangkat tanggal 24 April)
Tiga minggu berselang, akhirnya Hakim mendapatkan penerbangan ke Korsel menggunakan Maskapai Garuda Indonesia pada tanggal 24 April pukul 23.30 WIB.
Meskipun mendapatkan larangan dari sang istri dan mertuanya, ia memutuskan untuk tetap berangkat dan menyelesaikan sisa kontraknya.
"Pas hari H tiba, istri masih nyuruh di sini aja, mertua juga gitu apalagi kami belum lama menikah, tapi saya tetap berangkat," katanya.
Sama seperti sebelumnya, Hakim melewati serangkaian protokol kesehatan dan tiba di Bandar Udara Internasional Incheon pada pukul 08.00 KST (Waktu Korea Selatan).
Bedanya, Hakim diminta untuk mengunduh aplikasi 자가격리자 안전보호 atau semacam self diagnosis untuk mengabari kondisinya.
"Di dalam aplikasi itu saya diminta untuk mengisi data diri."
"Tujuannya untuk menentukan lokasi karantina, sebab kan WN yang datang kemari pasti jalani karantina selama 14 hari," katanya.
"Di situ ada dua pilihan, karantina mandiri dengan biaya sendiri atau karantina dari Pemerintah."
Kebetulan saya pilih yang dari Pemerintah dan ditempatkan di daerah pabrik cuma di pegunungan," lanjutnya.
Fasilitas
Usai mendapatkan lokasi karantina, Hakim diajak ke satu diantara rumah sakit untuk melakukan test swab.
Sambil menunggu hasil swab test keluar, ia diperkenankan menempati rumah karantinanya.
"Di sini rumahnya dua lantai yang saya dapat."
"Saya benar-benar sendiri tapi pemandangannya luar biasa indah."
"Antara satu rumah ke rumah lainnya jaraknya sekira 800 m lebih," katanya.
"Semua fasilitas lengkap, mulai dari pemanas karena suhu saat ini sekitar 7°C, lalu oven, kulkas, TV, masker, hand sanitizer, sabun hingga wifi juga lengkap," lanjutnya.
Mendapatkan fasilitas seperti ini, Hakim menuturkan rasa khawatirnya perlahan berkurang.
Apalagi makanan yang disediakan juga di dapat setiap pagi, siang dan sore.
"Saat ini rasa khawatir saya berkurang, yang ada justru mikirin gimana caranya biar saya enggak stres karena sendirian di sini meskipun fasilitas lengkap," katanya.
Untuk itu, Hakim menghabiskan banyak waktu untuk kegiatan keagamaan seperti tadarusan di rumah karantina hingga olahraga.
"Saya berharap Pemerintah di Indonesia juga bisa menerapkan hal serupa."
"Apa yang dilakukan Pemerintah Korsel bisa menjadi acuan untuk memberikan fasilitas yang mempuni selama karantina," pungkasnya.
(Tribun Jakarta)