Suar.ID -Di tepi jalan mal Cilandak Town Square (Citos), para pengendara ojek daring berkerumun menanti pesanan lewat ponselnya.
Motor-motor mereka dibiarkan terparkir di sepanjang tepi jalan itu.
Indri (43) berada di tengah kerumunan yang didominasi para pria itu.
Namun, bukan berarti mereka berkumpul sudah mengantongi rezeki.
Ada yang baru dapat satu pesanan, malah ada juga yang belum sama sekali.
Nasib mereka termasuk Indri belakangan ini malah sedangmerana karenapandemi corona.
Pasalnya, pendapatan mereka turut terdampak Covid-19 yang bukan saja diam-diam memakan korban jiwa, tapi juga rezeki mereka.
Sebelum pandemi corona, Indri rata-rata mengantongi pendapatan kotor sekitar Rp 350 ribu dari pukul 08.00 sampai 21.00.
Sedangkan saat ini, ia hanya mendapatkan Rp 60 ribu dari pukul 08.00 sampai tengah malam.
Indri yang kini menjadi tulang punggung keluarga, dibuat stres dengan keadaan jalan raya yang sepi itu.
"Sekarang nyari (mencari) Rp 20 ribu aja susah. Paling cuma dapet 1 atau 2 aja," keluh warga Cilandak itu saat ditanya TribunJakarta.com di depan Citos, Jakarta Selatan, pada Kamis (9/4/2020).
Baru kali ini, pendapatan Indri itu merosot drastis.
Padahal, selepas suaminya tutup usia akibat penyakit getah bening, ia harus mengganti peran sebagai kepala keluarga.
Ia harus membiayai kedua anak laki-lakinya yang berusia 16 tahun dan 13 tahun di sekolah Pesantren di Yogyakarta.
"Ini mata pencaharian saya satu-satunya."
"Baru kali ini pendapatan saya menurun drastis, sampai saya ditelponin pihak leasing dan Akulaku (pinjaman uang online)," ujarnya.
Cicilan motor Indri tinggal 8 kali lagi.
Per bulannya, Ia harus membayar Rp 800 ribu.
Namun bulan ini, dipastikan ia menunggak lantaran tak sanggup membayarnya.
Ia juga terpaksa harus meminjam uang dari pinjaman online untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
"Saya pinjam Rp 600 ribu tapi total pembayarannya jadi Rp 750 ribu tapi sekarang telat 4 hari jadi Rp 729 ribu," katanya.
Sudah tiga hari tidur Indri tak bisa lelap karena memikirkan cicilan motor dan pinjaman online.
"Takut bunganya makin besar," ujarnya.
Terpaksa "Ngalong"
Istilah ngalong, dalam dunia ojek online berarti mencari pesanan hingga dini hari.
Indri mengambil pilihan itu agar bisa melunasi utang-utangnya.
"Terpaksa (harus ngalong), karena saya belum pernah nunggak bayar cicilan baru kali ini bawaannya takut," katanya.
Rekan-rekannya berulang kali mengingatkannya agar jangan keluar mencari pesanan saat malam hari.
Namanya soal perut dan cicilan, jalan itu terpaksa diambilnya.
Namun, pilihan ngalong pun belum tentu mendapatkan banyak pesanan.
"Ngalong untuk tabungan poin istilah ojol supaya besok lebih ringan kerja ternyata sepi juga selama ngalong."
"Alhamdulilah, walaupun dapet 1 atau 2 orderan," kata perempuan yang masih bisa bersyukur itu.
Menanggapi kebijakan larangan membawa penumpang, Indri hanya kasihan dengan rekan-rekannya.
Pasalnya, tidak semua dari mereka mengerti layanan pesan antar makanan.
"Kasihan teman-teman, banyak yang bilang ke saya akan terasa semakin sulit mendapatkan penghasilan karena sebagian dari mereka belum mengerti tentang Go- Food," pungkasnya.
(Tribun Jakarta)