Kebijakan Darurat Sipil yang Menjadi Opsi bagi Pemerintah Atasi Pandemi Corona Mendapatkan Banyak Kritikan, Apa Bedanya dengan Karantina?

Rabu, 01 April 2020 | 14:30
Dok. Kemlu RI

Darurat Sipil jadi opsi pemerintah dalam menghadapi Pandemi Corona di Indonesia, apa perbedaannya dengan karantina?

Suar.ID -Pemerintah telah menetapkan darurat sipil untuk menyikapi pandemi virus corona yang semakin meluas.

Sementara beberapa kalangan berharap agar pemerintah seharusnya menetapkan karantina.

Banyak perdebatan mengenai penetapan antara darurat sipil dan karantina wilayah.

Lalu apa sebenarnya beda dari kedua penetapan darurat sipil dan karantina wilayah tersebut?

Baca Juga: Jubir Presiden Beberkan Darurat Sipil adalah Opsi Terakhir Pemerintah Tangani Covid-19, Apa yang akan terjadi dengan Indonesia Selanjutnya?

Dilansir dari Kompas.com, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan, pada penerapan darurat sipil, maka pemerintah tidak wajib menanggung kebutuhan dasar warga.

Beda halnya jika pemerintah menerapkan karantina wilayah.

Maka pemerintah pusat dengan melibatkan pemerintah daerah harus menanggung kebutuhan dasar warganya.

Refly pun menilai, alih-alih menerapkan kondisi darurat sipil, akan lebih tepat jika pemerintah menerapkan kondisi darurat kesehatan.

Baca Juga: Warga Jakarta Berbondong-bondong Mudik padahal sudah Dilarang Pemerintah agar Meminimalisir Wabah Corona, Sosok Ini Malah Bilang itu Hak Asasi

Pemerintah dinilai perlu untuk segera memulihkan kondisi kesehatan masyarakat akibat pandemi Covid-19 dan bukan memulihkan pemerintahan atau tertib sosial.

"Kalau cuma darurat sipil saja, ya hilang kewajiban pemerintah (untuk menanggung kebutuhan dasar warga)," kata Refly dikutip dari Kompas.com, Senin (30/3/2020).

Menurut Refly, jika darurat sipil sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ( Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Penetapan Keadaan Bahaya diterapkan, maka pemerintah tidak wajib menanggung kebutuhan dasar warga.

Berbeda halnya apabila pemerintah menerapkan karantina wilayah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.

Baca Juga: Hubungannya Dipenuhi Kontroversi hingga tak Segan Penjarakan Ibu Kandung yang tak Merestui, Benarkah Pernikahan Angbeen Rishi dan Adly Fairuz juga Melanggar Imbauan Pemerintah?

Jika pemerintah menerapkan hal tersebut, maka pemerintah pusat dengan melibatkan pemerintah daerah harus menanggung kebutuhan dasar warganya.

"Bahkan hewan peliharaan harus ditanggung juga," ujar dia.

Hal tersebut tepatnya diatur dalam Pasal 55 ayat (1) dan (2) UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.

Menurut Refly, untuk menerapkan kondisi darurat kesehatan pun Indonesia telah memiliki landasan hukum yang cukup.

Baca Juga: Soal Virus Corona, Mahfud MD Sebut Pemerintah Pilih Lockdown Ala Belanda, Orang Masih Boleh Jalan-Jalan, Asal...

"Karena darurat kesehatan ini ya undang-undang kesehatan dan undang-undang tentang kekarantinaan kesehatan kan sudah bisa memadai," kata dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebutkan, kebijakan pembatasan sosial untuk mencegah penyebaran virus corona Covid-19 perlu dilakukan dengan skala lebih besar.

Ia juga meminta pembatasan sosial yang dikenal dengan sebutan physical distancing ini didampingi kebijakan darurat sipil.

"Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas, lebih disiplin dan lebih efektif lagi," kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, lewat video conference dari Istana Bogor, Senin (30/3/2020).

Baca Juga: Cegah Penyebaran Wabah Virus Corona, Begini Cara Isolasi Mandiri dalam Rumah Sesuai dengan Anjuran Pemerintah, Kalau Ada Tamu Suruh Pulang Dulu

"Sehingga tadi sudah saya sampaikan, bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," tuturnya.

Jokowi pun meminta jajarannya segera menyiapkan payung hukum untuk menjalankan pembatasan sosial skala besar ini sebagai pegangan bagi pemerintah daerah.

"Dalam menjalankan kebijakan pembatasan sosial berskala besar saya minta agar segera disiapkan aturan pelaksanaan yang jelas sebagai panduan provinsi kabupaten dan kota sehingga mereka bisa bekerja," ucap Jokowi.

Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman menegaskan, penerapan darurat sipil untuk mencegah penyebaran virus corona Covid-19 masih dalam tahap pertimbangan dan belum diputuskan.

Baca Juga: Gemes dengan Pemerintah yang Dinilai Lambat, Mbah Mijan Bongkar Resep Ramuan Herbal: Obat Corona Nih

Penerapan darurat sipil adalah langkah terakhir yang baru akan digunakan jika penyebaran virus corona Covid-19 semakin masif.

"Penerapan Darurat Sipil adalah langkah terakhir yang bisa jadi tidak pernah digunakan dalam kasus Covid-19," kata Fadjroel dalam keterangan tertulis, Senin (30/3/2020).

Fadjroel mengatakan, saat ini pemerintah masih terus mengupayakan kebijakan pembatasan sosial berskala besar dan physical distancing (menjaga jarak aman).

Menurut dia, Presiden Jokowi telah menginstruksikan kebijakan ini dilakukan lebih tegas, lebih disiplin, dan lebih efektif agar memutus mata rantai persebaran virus corona atau Covid-19.

"Dalam menjalankan Pembatasan Sosial Berskala Besar, pemerintah akan mengedepankan pendekatan persuasif melalui kolaborasi Kementerian Kesehatan, Gugus Tugas Covid-19, Kementerian Perhubungan, Polri/TNI, Pemda dan K/L terkait," kata dia.

(Kompas.com)

Editor : Ervananto Ekadilla

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya