Suar.ID - Nama-nama Staf Khusus (Stafsus) Presiden dari kalangan millenial belakangan begitu mencuri perhatian publik.
Tak terkecuali bagi Tsamara Amany, politikus muda yang juga pernah bertugas sebagai juru bicara pasangan Capres-Cawapres Jokowi-Ma'ruf.
Tsamara ikut mengomentari ditunjuknya 7 orang dari kalangan muda untuk menduduki jabatan tersebut.
Ia mengatakan bahwa beberapa nama yang ia kenal memang layak untuk menjadi Stafsus.
Baca Juga: Semoga kerja mereka tidak mengecewakan, ini 7 staf khusus Jokowi yang baru dari kalangan milenial
Salah satunya adalah sosok Ayu Kartika Dewi.
Bahkan, Tsamara menyebut jika sosok tersebut 'bukan kaleng-kaleng'.
Dikutip dari Tribunnews, Ayu Kartika Dewi sendiri dulunya pernah menjadi atasan Tsamara semasa kerja di balai kota DKI Jakarta.
Tak heran jika Tsamara telah mengetahui betul sepak terjang sosok yang satu ini.
"Saya tahu bahwa beliau itu memang bukan kaleng-kaleng ya," ungkap Tsamara dalam acara Kompasianival di One Belpark Mall, Jakarta Selatan, Sabtu (23/11/2019).
"Kalau Mbak Ayu itu memang punya prestasi yang luar biasa. Beliau pintar, beliau mengerti birokrasi dan selalu think out of the box," sambungnya.
Dipuji Tsamara hingga disebut 'bukan kaleng-kaleng', siapa sih sosok Ayu Kartika Dewi ini?
1. Alumnus Unair dan Kampus Amerika Serikat
Ayu Kartika Dewi adalah alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga.
Tak berhenti di situ, Ayu kemudian meneruskan program pascasarjana di Duke University, Amerika Serikat.
Bukan hanya meraih pendidikan gemilang, ia pun membagikan ilmu yang ia dapat kepada orang lain.
Mengawali langkahnya untuk mengabdi, ia bergabung bersama lembaga Indonesia Mengajar.
Lembaga tersebut merupakan lembaga nirlaba yang fokus mencetak dan mengirimkan kawula muda sebagai pengajar SD di daerah-daerah terpencil.
2. Punya pengalaman tak terlupakan saat mengajar di daerah terpencil
Pada 2010, Ayu mendapatkan tugas untuk mengajar di salah satu SD yang berada di Desa Papaloang, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Kehadiran Ayu di Desa Papaloang ternyata membawanya bersentuhan dengan bayang-bayang permasalahan sosial yang terjadi di lingkungan setempat.
Hal itu berawal dari keluhan anak didiknya yang masih mengalami traumatik dengan kerusuhan antar-dua kelompok agama yang terjadi di Ambon pada 1999.
Padahal, saat Ayu melawat ke Maluku, keadaan sudah damai dan dua kelompok yang terlibat konflik sudah berikrar damai.
Namun rupanya ketakutan akan masa kelam itu masih membuntuti anak didiknya.
“Suatu ketika seorang murid datang dan bilang, ‘Bu Ayu kita harus hati-hati, kerusuhan su dekat.’ Terus saya tanya, ‘Memang kerusuhannya di mana?’ ‘Di Ambon ibu, kita harus hati-hati.’” ujar Ayu kepada Magdelene.co yang dilansir aminef.or.id.
“Padahal dengan kapal laut saja butuh waktu dua hari dari Maluku Utara untuk sampai ke Ambon,” kata perempuan berjilbab tersebut.
3. Cetuskan program SabangMerauke
Ketakutan yang disampaikan murid di Maluku Utara kepada dirinya itulah yang menjadi pelecut bagi Ayu.
Ayu pun semakin perhatian tehadap isu toleransi dan keberagaman.
Ia pun mencetuskan Program Seribu Anak Bangsa Merantau untuk Kembali (SabangMerauke).
Program ini merupakan upaya Ayu menggelorakan nilai keberagaman, toleransi, hingga cakrawala ilmu pengetahuan antar-pelajar di Indonesia.
Para pelajar tingkat SMP menjadi peserta di program tersebut.
Mereka ditugaskan untuk menyatu bersama keluarga dan berinteraksi dengan teman yang berbeda.
Setelah tugas tersebut selesai dan kembali ke masing-masing daerahnya, Ayu mendelegasikan mereka sebagai duta perdamainan di daerah asalnya.
Bertahun-tahun ia mengomandoi program tersebut.
Sudah ribuan pelajar ia kirimkan ke berbagai daerah guna merajut nilai keberagaman dan toleransi.
4. Dirikan Milenial Islam
Bukan hanya program SabangMerauke saja.
Ayu pun mendirikan Milenial Islam dengan memanfaatkan media sosial untuk menggaungkan Islam yang moderat.
Merebaknya isu konservatisme dan semakin menggeliatnya intoleransi yang terjadi pada anak muda menggerakan Ayu melanjutkan pengelanannya melalui program ini.
Seperti program SabangMerauke, para anggota Milenial Islami juga langsung turun ke lapangan dengan mendatangi universitas hingga kampus di penjuru negeri.
Apa yang dilakukan Ayu nampak terlihat betapa besar perhatiannya kepada dunia pendidikan di Indonesia.
Menurut dia, terjadi permasalahan sosial merupakan implikasi terjadinya ketimpangan pendidikan di Indonesia.
Permasalahan itulah yang digencarkan Ayu seiring masih adanya tantangan yang dihadapinya.