Suar.ID -Setumpuk penderitaan mau tak mau harus dihadapi oleh lelaki paruh baya ini.
Namanya Asep. Ia harus menanggung begitu banyak penderitaan, hidup serba kekurangan, bergelut dengan penyakit, juga hidup seorang diri.
Hanya ruangan bercat biru dengan ukuran 3x4 meter yang menjadi saksi bisu dari kisah hidupnya, seorang tukang kopi yang berusia kurang lebih 50 tahun.
Selama satu bulan dia tinggal di rumah kontrakan yang minim cahaya dan beratap seng itu. Kamarnya begitu panas dan pengap.
Situasi diperparah posisi kontrakannya yang berada di lantai dua,hal ini mengakibatkannya langsung berhadapan dengan kejamnya panas matahari.
Selama tinggal di sana, rupanya Asep sudah mengidap penyakit komplikasi, dari mulai liver hingga penyakit dalam lain.
Melansir dari Kompas.com, setidaknya itu yang tetangga Asep katakan ketika awak media menyambangi kediamanya di gang Gaya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (15/11/2019).
"Sakit komplikasi, katanya ada liver, macam-macam," kata Tarjo (45), tetangga Asep.
Keadaan semakin parah ketika dirinya hanya tinggal sendiri.
Iatelah lama bercerai dengan sang istri dan belummemiliki anak.
Kontrakan yang Asep tinggali awalnya juga merupakan kediaman keponakanya.
Namun, karena keponakanyatelah berkeluarga, Asep pun ditinggal sendirian di kontrakan tersebut.
Meski sakit-sakitan, Asep tetap memaksakan diri bekerja sebagai tukang kopi.
Apabila dia tidak melakukan mata pencahariannya tersebut, tak ada lagi sumber pendapatan untuk menyambung hidup.
"Sudah saya ingetin juga. Kalau sakit pulang dulu ke kampung pak, jangan dipaksa di Jakarta. Dia bilang sudah mendingan, sudah berobat jalan," ucap Tarjo.
Nasihat baik dari sang tetanggatampak tidak dipedulikan Asep.
Sama seperti sanak saudara yang terkesan tidak mempedulikan dirinya.
Bukan tanpa alasan Tarjo mengatakan hal tersebut.
Pasalnya, selama tinggal di sana, jarang sekali ada kerabat atau saudara Asep yang datang menjenguk.
Sesekali Asep hanya mengurung diri di kamar selama tiga hari, bergelut dengan sakit yang perlahan menggerogoti tubuhnya yang kian ringkih.
Selama itu pula tidak ada keluarga yang datang menengok kesehatannya.
Baca Juga: Kakek Ini Hidup Sebatang Kara, Namun Wariskan Uang Segepok bagi Warga Kampungnya
"Saudaranya enggak ngurus. Sudah tahu sakit, sakitnya komplikasi, enggak ada yang nengok. Kadang almarhum enggak kelihatan tiga hari, saudaranya enggak ada yang datang, jarang nengokinnya," kata Tarjo.
Karena beban itulah, kadang Tarjo melihat Asep kerap minder dengan tetangga lain.
Mungkin malu dengan penyakitnya atau karena tidak mau merepotkan orang lain.
"Orangnya kayaknya minder sama orang. Kalau saya lihatin, dia kalau mau keluar, dia bolak balik naik turun. Pas saya enggak ada, dia baru keluar," ucap dia.
Namun kini nasi sudahmenjadi bubur.
Nampaknya sudah tidak ada guna lagi menjenguk Asep guna melihat kondisi kesehatannya.
Asep sudah meninggal dan membusuk saat ditemukan tiga hari kemudian.
Dia ditemukan membusuk di dalam kamar pada Jumat (15/11/2019) pagi tadi.
"Tiba-tiba cium kok bau bangkai tikus, orang tetangga bilang gitu. Digedor-gedor pintu enggak nyahut, tiba tiba tengok jendela udah bengkak (badannya)," jelas Tarjo.
Asep meninggal dalam kesendirianya, mengunci diri di kamar dan membiarkan bau busuknya menjadi pertanda bagi orang sekitar jika dia telah tiada.
Jasad Asep pun sudah dibawa ke RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan.
Sanak keluarga pun sudah berada di sana guna mengatar Asep ke peristirahatan terakhir.(Walda Marison/Kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judulKisah Pilu Asep, Sebatang Kara Hadapi Komplikasi Penyakit hingga Ditemukan Membusuk di Kontrakan