Suar.ID - Rafdi Maradjabessy, putra Wakil Wali Kota Tidore Muhammad Senin, mengaku banyak orang yang mencemooh karena dia bekerja sebagai kuli bangunan.
Namun ia tidak mempedulikan cemoohan tersebut.
Rafdi memegang prinsip tentang kerja keras untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Hal itulah yang diajarkan ayahnya kepada Rafdi dan saudaranya.
"Saya tidak ambil pusing karena sebe (ayah) selalu mengajarkan bahwa hidup itu keras."
"Kerja itu harus mulai dari bawah bukan dari atas ke bawah," kata Rafdi saat ditemui Kompas.com di lokasi kerjanya sebagai kuli bangunan di Kota Tidore Kepualauan, Maluku, Selasa (9/7/2019).
Saat ditemui Kompas.com, Rafdi saat itu memakai sendal jepit, celana pendek, baju kaus hitam tanpa lengan, topi terbalik dan badan dipenuhi dengan semen.
Rafdi adalah anak ketiga dari lima bersaudara.
Ayahnya bernama Muhammad Senin, dan ibunya, Rahmawati Muhammad.
Selain Rafdi, anak-anak wali kota lainnya juga tidak memanfaatkan jabatan ayahnya untuk mendapat pekerjaan.
Misalnya, anak pertama Senin yang juga kakak Rafdi saat ini adalah pegawai honorer di rumah sakit di Tidore.
Lalu anak kedua Senin baru saja menyelesaikan kuliah S1 dan rencana melanjutkan ke jenjang S2.
Anak keempatnya masih kuliah, sedangkan yang kelima masih di bangku sekolah dasar.
Sementara, Rafdi sendiri hanya lulusan SMA sejak 2017 lalu.
Rafdi mengatakan, masyarakat juga tak sedikit yang mengatakan kepadanya, mengapa masih saja mengerjakan pekerjaan kasar dan tidak minta pekerjaan kantoran kepada ayahnya.
"Saya katakan sama mereka bahwa sebe itu, sebelum menjadi wakil wali kota, dia memulainya dari bawah dan saya ingin seperti sebe," ujar dia.
Tak manfaatkan jabatan ayah Meski menjadi gunjingan, Rafdi tetap tidak mau memanfaatkan jabatan ayahnya, karena jabatan ayahnya itu adalah amanah yang diemban dari dan untuk masyarakat.
Baca Juga: Mengaku Sudah Menjadi Pengacara, Barbie Kumalasari Diduga Belum Lulus Kuliah Hukum!
Rafdi sendiri yang memutuskan menjadi kuli bangunan.
Yang penting, kata dia, bisa bekerja dan cari pengalaman kerja, serta menambah nafkah hidup bagi istri dan satu anaknya.
Rafdi menikah dengan Sridayu tahun 2018 lalu, dan kini dikaruniai seorang anak berumur 3 bulan.
"Setelah menikah, saya tinggal bersama mertua," kata dia.
Meski bekerja kuli bangunan, Rafdi menyebut ayahnya tidak pernah marah atau melarangnya.
Justru sang ayah terus memotivasinya agar terus bekerja.
"Sebe sering ke tempat saya kerja, biasanya di hari libur kerja. Kalau tidak datang, biasanya telepon menanyakan apakah hari ini kerja atau tidak," ujar dia.
Kepada pengawas tukang pun, dia meminta agar dirinya diperlakukan sama seperti yang lainnya.
Dari pekerjaannya ini, Rafdi mengaku tidak bisa mengkalkulasi besaran upah yang ia dapatkan, karena hal itu berdasarkan besaran proyek atau bangunan.
"Kalau misalkan pekerjaan bangunan sudah selesai dan belum ada pekerjaan baru, saya isi dengan ikut perahu pergi mancing."
"Kadang berhari-hari baru pulang," kata Rafdi.
"Untuk lanjut sekolah sepertinya tidak mungkin."
"Saya ingin mengikuti jejak ayah yang memulai pekerjaan dari bawah, kemudian menjadi politisi, anggota DPRD hingga wakil wali kota," kata dia lagi. (Fatimah Yamin/Kompas.com)
Kuli Bangunan Tidur di Gulungan Kawat
Apakah Anda termasuk seseorang yang ketika tidur bisa berbaring di ranjang yang empuk dan nyaman?
Bila jawabannya iya, mungkin Anda termasuk orang yang beruntung.
Di luar sana, ternyata banyak orang yang harus rela tidur di tempat yang seadanya untuk menyambung hidup dan memenuhi kebutuhan keluarganya.
Hal ini dibuktikan oleh unggahan Tarzanx Elimin Camry di akun Facebooknya pada Minggu (7/7/2019).
Dia menampilkan potret pekerja konstruksi asing yang tidur di sekitar bahan konstruksi.
Beberapa bahkan menggunakan terpal sebagai selimut.
Ada juga pekerja yang lain membuat tempat tidur darurat mereka sendiridengan bahan kontruksi.
Tarzanx menulis di postingan itu,"Ini adalah perjuangan seorang pria demi istri dan anaknya."
Baca Juga:30 Orang Terpanggang, Mantan Pekerja Ungkap Alasan Pabrik Korek Api yang Terbakar Selalu Dikunci
Sebagian besar pekerja ini mengambil pekerjaan "Triple D"(dirty, dangerous, demeaning) atau dalam bahasa Indonesia kotor, berbahaya, direndahkan.
Kebanyakanpara pekerja konstruksi ini bekerja di luar negeri untukmengirim uang ke keluarga di negara asal mereka.
Tak pernah mengeluh, mereka banting tulang demi kebahagiaan keluarganya.
Orang-orang asing ini rela meninggalkan keluarga dan orang-orang yang mereka sayangi agar mendapat cukup uang untuk menghidupi kelurgaya.(Adrie P. Saputra/Suar.ID)