Kisah Guru di Pedalaman NTT yang Tetap Gigih Meski Hanya Digaji Rp 85.000 Sebulan, "Masa Depan Anak-anak Jadi Hal Utama"

Rabu, 03 April 2019 | 10:04
Kompas.com

Salah satu dari sembilan guru honorer di pedalaman Flores, NTT yang hanya digaji Rp 85.000 sebulan.

Suar.ID -Sebutan pahlawan tanpa tanda jasa benar-benar pantas diberikan untuk guru-guru honorer ini.

Bahkan hanya sekadar sebutan saja sepertinya tak cukup untuk mengapresiasi kegigihan mereka dalam mencerdaskan generasi penerus bangsa.

Dengan tugas mulia mengabdi di sekolah daerah pedalaman Sikka, Flores, NTT, mereka tak mengesampingkan kesejahteraan hidup mereka.

Bagi guru-guru honerer ini, anak-anak di sekolah tersebut dan pendidikan adalah yang utama.

Baca Juga : Licik, Pengunjung ini Sengaja Letakkan Bangkai Tikus di Makanannya untuk Peras Restoran Rp10 Miliar

Nasib itu dialami sembilan orang guru honorer yang mengabdi di SMPN 3 Waigete, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Flores.

Kesembilan guru honorer di sekolah negeri itu hanya menerima insentif sebesar Rp 85. 000 per bulan.

Tentu, insentif sekecil itu tidak bisa menutupi kebutuhan ekonomi keluarga mereka.

Namun, meski kerja dengan upah yang sangat kecil itu, semangat mereka untuk mencerdaskan anak bangsa tidak pernah suram dan pudar.

Baca Juga : 5 Fakta Kisah Slamet Pria yang Dilarang Tinggal di Desa di Bantul Karena Beda Agama, Ini Asal Mula Larangan Dibuat

Setiap hari mereka tetap datang di sekolah untuk mendidik anak-anak SMPN 3 Waigete.

Salah seorang dari sembilan guru honorer di sekolah negeri itu, Maria Yuliwati, bersedia diwawancara Kompas.com, Senin (1/4/2019).

Dia menuturkan dirinya sudah dua tahun mengabdi jadi guru honor di sekolah itu.

Kata dia, sejak dirinya mulai mengajar dari tahun 2017 sampai sekarang, ia dan delapan guru lainnya diberi insentif sebesar Rp. 85.000 per bulan.

Menurut dia, besaran uang tersebut tidak bisa disebut gaji.

Baca Juga : Pelaku Begal Sadis yang Tebas Tangan Korban dengan Parang Divonis 18 Tahun Penjara, Puluhan Mahasiswa ATIM Hadiri Sidang Putusan

Tetapi lebih tepat namanya insentif untuk uang sabun.

"Kalau dilihat dari jumlah uang memang sangatlah kecil. Tetapi, kami tidak kecil hati dan kecewa. Bagi kami, masa depan anak-anak jadi hal utama. Itulah semangat kami," tutur Maria.

Lanjut dia, upah yang kecil malah menjadi pemacu untuk memberikan yang terbaik bagi anak didiknya.

"Kami tidak sedih. Meski kami harus utang di orang untuk menutupi kebutuhan keluarga setiap bulan. Kami juga harus berani meminjam ladang milik warga setempat untuk tanam padi atau pun jagung.

Kalau tidak, kami makan apa. Uang dari sekolah sangat tidak cukup untuk kebutuhan keluarga," ungkap Maria.

Baca Juga : Viral, Seorang Ibu di Demak Tidur di Samping Makam Anaknya yang Jadi Korban Tabrak Lari

Guru lain bernama, Fransiskus Serang mengaku persoalan upah kecil tidak menjadi persoalan untuk berhenti mengajar.

Menurutnya, pendidikan itu sangatlah penting bagi masa depan anak-anak. Pendidikan adalah kunci masa depan anak bangsa.

"Kalau berpikir soal upah, yah pasti sudah mundur dari guru. Kami mau makan apa dari upah Rp 85.000 per bulan.

Tapi kami mencintai pendidikan. Kami mencintai profesi guru. Kami sayang anak-anak," tutur Frans.

Frans mengaku, guru adalah profesi yang mulia. Kemuliaan itulah yang membuatnya jatuh cinta dan tetap bertahan menjalankan tugas sebagai guru.Meskipun, nasib masih jauh dari untung.

"Upah petani dan buruh bangunan masih jauh lebih besar dari kami para guru. Yah, inilah pendidikan kita. Menyedihkan tetapi harus terus dijalani.

Baca Juga : Ramalan Zodiak Hari Ini: Rabu 3 April 2019, Ini Kata Zodiakmu Soal Hubungan Percintaanmu!

Mungkin ada waktunya kamk mendapat upah yang lebih layak nanti," kata Frans dengan penuh harap.

Jangan Menyerah, Semuanya Belum Usai Kepala SMPN 3 Waigete, Hendrikus Seda selalu berpesan kepada guru dan para siswanya agar tidak putus asa dalam kondisi serba sulit itu.

Ia melanjutkan, selain upah yang kecil, minimnya fasilitas sekolah jadi tantangan bagi para guru dan siswa SMPN 3 Waigete.

"Kalau dilihat dari segi upah, memang guru-guru di sini sangat tidak layak. Tetapi, mereka semua luar biasa.

Bagi mereka upah bukan sebuah perkara. Masa depan anak bangsa yang mereka utamakan," kata Hendrikus.

Baca Juga : Disebut Mengandung Ajaran SIhir, Sekelompok Penginjil Bakar Novel Harry Potter

"Begitu pula dengan siswa. Mereka tetap rajin datang di sekolah meski harus belajar di gedung yang sempit dan nyaris ambruk," tambahnya.

Kepada para guru dan siswa-siswi, ia selalu meminta agar tidak putus asa.

"Jangan menyerah. Semuanya belum usai. Kondisi kita begini, jangan buat putus asa. Belajar dan terus belajar. Kita semua berharap, ke depan pemerintah bisa memerhatikan nasib guru honor di sekolah ini. Begitu juga dengan kondisi sekolah yang masih bangunan darurat," ungkap Hendrikus dengan penuh harap.(Nansianus Taris)

Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judulKisah Guru Honorer Bergaji Rp 85.000 Sebulan di Pedalaman Flores NTT

Editor : Nieko Octavi Septiana

Baca Lainnya