Sampai akhirnya, orang-orang di Tabua tahu tentang kondisi Isabel, tapi tidak satu pun dari mereka yang mengecam keluarga itu atau bahkan melaporkannya pada pihak berwenang.
Tabua hanya pedesaan kecil pada masa itu, dan orang lebih fokus serta sibuk bekerja di ladang daripada terlibat urusan tetangganya.
Meski begitu, tahun 1976 Isebel pernah memiliki kesempatan untuk melarikan diri dari penjara tak manusiawi itu saat bibinya memprotes perlakuan keluarga Isabel dan mendesak mereka untuk memeriksakan anaknya ke dokter.
Dokter di Coimbra pun mendiagnosis Isabel memiliki gangguan mental parah dan menyarankan untuk dirawat di rumah sakit guna rehabilitasi.
Tapi percuma, tidak ada rumah sakit yang mau menerimanya, sang bibi pun harus membawanya kembali ke kandang.
Titik terang muncul pada tahun 1980 ketika Mara Bichao teknisi radiologi di Rumah Sakit Torres Vedras, mengungkap kasus gadis itu ke media.
Bichao tahu kondisi Isabel dari rekannya di rumah sakit dan ingin membantunya.
Ia kemudian membawa gadis itu tinggal di rumahnya selama 15 hari, lalu menghubungi wartawan ibukota untuk mengabarkan kondisi Isabel dan dampak terhadap fisik dan mentalnya, berharap untuk meningkatkan kesadaran atas kasus seperti itu.
“Sulit membayangkan siapa pun dapat bertahan hidup dalam kondisi yang dialami anak ini selama bertahun-tahun. Tetapi yang lebih mengejutkan adalah kasusnya telah dikecam empat tahun lalu tanpa institusi yang mengambil langkah yang diperlukan untuk menyelesaikannya, ”tulis Maria Catarina, seorang jurnalis dari Lisbon.
Manuela Eanes, ibu negara Portugal waktu itu memainkan peran besar mengatur agar Isabel ibawa ke pusat rehabilitasi di Lisbon. Dokter di sana dikejutkan oleh perilaku binatangnya dan cacat mental yang parah.
Surat kabar Portugis Expresso melaporkan, meskipun “sangat sedih” dan takut, Isabel bahkan tidak dapat menangis.
Menangis adalah bentuk komunikasi pertama antara manusia, dan dia hampir tidak pernah berhubungan dengan manusia selama masa kecilnya.