Pemberhentian itu dilakukan hingga Lion Air dapat memenuhi sekurang-kurangnya 80 persen dari OTP.
Pasalnya, dari catatan resmi Kementerian Perhubungan, diketahui bahwa OTP Lion Air saat itu hanya 66,45 persen.
Selain masalah keterlambatan, pada tahun berikutnya, Lion Air kembali terkena sanksi oleh Kementerian Perhubungan karena masalah lain.
Pada Januari 2012, Kementerian Perhubungan memberikan sanksi kepada Lion Air karena beberapa pilot dan awaknya dinyatakan bersalah atas kepemilikan sabu-sabu.
Lisensi beberapa pilot dan kru yang tertangkap basah di lokasi berbeda pun dicabut.
Sertifikasi IATA
Pada 2007, semua maskapai penerbangan Indonesia, termasuk Lion Air, sempat dilarang terbang ke Uni Eropa karena dinyatakan tidak memenuhi standar yang ditetapkan.
Larangan bagi Lion Air dan beberapa maskapai penerbangan Indonesia lain baru dicabut pada Juni 2016.
Selain itu, pada 2011, Lion Air berencana bergabung dalam International Air Transport Association (IATA), tetapi gagal karena aspek keamanan.
Namun, Lion Air tidak putus asa, dan akhirnya berhasil mendapatkan sertifikat standar keselamatan dan keamanan internasional dari IATA pada 2016.
Selain itu, dalam perjalanannya, dengan terus meningkatkan kualitas pelayanan, Lion Air juga berhasil menerima sejumlah penghargaan.
Bahkan, pada 2018, Lion Air mengangkut 36,8 juta penumpang, atau sekitar 35 persen dari semua penumpang pesawat di Indonesia.