Larangan tersebut berlaku pada 1-10 Zulhijah dan dihukumi sunnah atau tidak wajib.
"Hal tersebut bertujuan semacam terapi yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, dari tanggal 1-0 Zulhijah semua rambut dan kuku panjang, pada pagi harinya tanggal 10 semua dicukur dan digunting, maka akan memunculkan semangat baru," paparnya.
UAS menyerukan pentingnya mengetahui ilmu dan sunnah-sunnah dalam berkurban agar mendapat pahala berlipat dan dosa-dosa diampuni.
Dalam memotong hewan kurban, harus tahu ilmu dan dasarnya, jika merasa tak kompeten maka sebaiknya dilakukan orang lain yang mahir.
"Sebelum darah hewan kurban jatuh menetes ke tanah, meski hanya dua detik, ampunan Allah lebih cepat dari itu. Karena saat memotong itu kita sedang menumpahkan dosa-dosa kita," ucap Ustadz Abdul Somad.
Selain itu, bagi yang ingin berkurban namun tak punya ternak dan harus membeli hewan kurban, maka bisa mempercayakan beberapa orang sebagai panitia kurban.
"Di zaman sekarang, sebagian dari kita tidak memiliki ternak, karena sibuk lalu meminta bantuan orang lain, dibentuklah tim panitia kurban, perantara penjual hewan kurban dan yang berkurban, maka panitia yang diamanahi membeli hewan kurban dan membagikan dagingnya," ujarnya.
Ia mengingatkan, sebagai panitia yang telah ditunjuk atau ditugasi hendaknya amanah dalam membagikan daging kurban.
Apabila pada gunungan daging yang telah disembelih, kemudian panitia berinisiatif memasak sebagiannya kemudian dimakan maka hukumnya haram.
"Itu daging pemiliknya tiga, yang berkurban, masyarakat kerabat sekitar, dan fakir miskin. Status dagingnya tak jelas karena belum dibagi, maka kalau dimakan haram," tandasnya.
UAS menerangkan cara menghalalkannya, meminta izin kepada pemilih hewan kurban atau yang berkurban. Setelah diizinkan maka boleh dimasak dan dimakan.
"Karena kalau sampai makan daging haram, bagian dari tubuh kita adalah tempatnya api neraka jahanam," tukas Ustadz Abdul Somad.