Hasil referendum memang meyakinkan, tapiLowy Institutemencatat jika pimpinan Bougainville berhasil dibujuk untuk setuju jika hasil referendum tidak mengikat dan bisa menjadi sasaran ratifikasi oleh parlemen Papua Nugini.
Bahkan Papua Nugini dibantu oleh Australia untuk membujuk dengan licik, yaitu oleh mantan Menteri Luar Negeri Australia, Alexander Downer.
Bougainville diberi bujukan jika komunitas internasional akan menekan PapuaNugini agar menghormati referendum.
Kondisi ini tentunya mengingatkan kita pada nasib Timor Leste yang konon didukung Australiauntuk merdeka.
Meski begitu ada yang menarik dari proses kemerdekaan Bougainville ini.
Konon, Papua Nugini nampak enggan untuk melepaskan Bougainville karena takut kehilangan sumber pendapatan.
Papua Nugini juga takut hal ini membuat provinsi-provinsi lain untuk ikut memisahkan diri.
Sementara itu ekonomi Bougainville ternyata menyumbang hasil cukup besar bagi Papua Nugini, antara lain sumber daya mineral, cokelat, kopra dan hasil bahari.
Papua Nugini juga bisa rugi kehilangan budaya dari identitas nasional mereka.
Dari situlah Papua Nugini nampak kurang antusias untuk kooperatif dalam proses kemerdekaan Bougainville, tak seperti yang dilakukan Indonesia pada Timor Leste dahulu.