"Aku takut nantinya mama marah, jadi stroke."
Meski begitu, Isya Jeeperson tetap melawannya.
Modalnya adalah rasa yakin, dan dengan hati yang mantap dia mau menjelaskan keputusannya itu kepada keluarga besarnya.
Di situlah dia tahu bagaimana reaksi ibunya.
"Mama nangis, diam dan masuk kamar," cerita Isya Jeeperson.
"Tidak sedikit juga keluarga yang berontak supaya aku pindah agama lagi."
Walau[pun harus menerima caci-maki dari keluarga, Isya Jeeperson tetap pada pendiriannya.
"Karena hatiku sudah yakin dan nyaman memeluk Islam," tegas Isya Jeeperson.
Da seiring waktu berjalan, keluarga Isya Jeeperson akhirnya mendukung keputusannya menjadi seorang mualaf.
Menurut Isya Jeeperson, itu karena bantuan Allah.