Chatterjee mengatakan, para pria melepaskan pekerjaan mereka sebagai buruh di kota dan pulang kampung ke daerah itu agar bisa bekerja di dalam hutan.
Mereka tergiur karena bekerja di hutan dapat menghasilkan hingga 700 rupee (Rp 136.000) dalam sehari dibandingkan pendapatan sebagai pekerjaan buruh yang hanya 200 rupee (Rp 39.000).
Mereka kemudian memasuki area terlarang, menempatkan diri mereka dalam bahaya diserang oleh harimau bengal yang terancam punah.
Dan bakau di hutan merupakan habitat penting bagi harimau.
Dari 60.000 pekerja di hutan, Chatterjee mengatakan bahwa hanya seperempat dari mereka yang memiliki izin untuk bekerja.
Oleh karena itu, orang-orang yang tidak memiliki izin bekerja dianggap sebagai pekerja ilegal dan keluarga korban takut melapor jika ada serangan harimau yang mematikan.
"Mereka tidak meminta kompensasi karena takut akan tindakan hukum.
"Mereka bahkan takut melaporkan kematian,” ujar Chatterjee.
Direktur Lapangan Suaka Harimau Sundarban Tapas Das mengatakan hanya mendapat laporan sebanyak 21 kematian resmi akibat penyerangan harimau.
Dari 21 laporan tersebut, hanya empat yang memenuhi syarat untuk mendapatkan kompensasi.
Pemerintah India hanya memberikan kompensasi jika kematian terjadi di luar zona larangan masuk.