Setiap tren tersebut dikelompokkan menjadi satu gelombang. Untuk menyebut berakhirnya sebuah gelombang, penyebaran virus corona harus sudah terkontrol dan jumlah kasusnya benar-benar menunjukkan penurunan.
Sementara, gelombang kedua dapat dikatakan muncul saat jumlah positif terus menerus meningkat setelah ada gelombang sebelumnya yang berakhir.
Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, juga mengatakan hal yang sama.
"Gelombang kedua virus corona adalah bila suatu wilayah telah mencapai puncak terkena virus corona, kemudian terjadi penurunan."
"Setelah fase penurunan jumlah kasus tersebut, terjadi lonjakan lagi," kata Dicky sebagaimana dikutip Kompas.com, 14 April 2020.
Gelombang kedua biasanya memiliki masa jeda yang relatif jauh dengan puncak gelombang pertama, bisa memakan waktu sebulan atau lebih.
Awal atau akhir dari setiap gelombang tidak bisa diprediksi secara pasti.
Fenomena gelombang kedua ini kebanyakan diasosiasikan dengan pandemi flu di masa lampau.
Melansir Kompas.com (29/6/2020), pada pandemi flu tahun 1918 yang menginfeksi 500 juta orang di dunia dan menyebabkan kematian lebih dari 50 juta orang, terjadi gelombang kedua yang lebih mematikan beberapa bulan setelah gelombang pertama.
Kemudian, gelombang ketiga terjadi di sejumlah negara pada tahun 1919.