Suar.ID -Almarhumah Ibu Tien Soeharto merupakan anak kedua pasangan KPH Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo yang meninggal pada 28 April 1996 di usia 72.
Selain itu, almarhumah Siti Hartinah yang sehari-hari dipanggil Ibu Tien Soeharto itu merupakan istri mendiang Soeharto.
Melansirdari Tribun Jatim, penyebab sebenarnya Ibu Tien wafat diungkap oleh mantan Kapolri Jenderal Polisi Purnawirawan Sutanto.
Hal itu juga menjawab rumor yang berbedar selama ini.
Saat itu, Jenderal Polisi Purnawirawan Sutanto rupanya menjadi saksi detik-detik wafatnya Ibu Tien Soeharto pada 1996 silam.
Hal itu seperti yang diceritakannya dalam buku berjudul 'Pak Harto, The Untold Stories'.
Sutanto mengaku, saat itu dia menyaksikan Soeharto terus mendampingi sang Ibu Negara.
"Saya menyaksikan langsung bagaimana Pak Harto mengalami kesedihan yang amat mendalam," kata Sutanto dalam buku itu.
Menurutnya, bagaimanapun seseorang pasti akan sedih saat kehilangan pendamping hidupnya selama puluhan tahun.
"Ibu Tien telah banyak berkorban dan menemani Pak Harto dalam suka dan duka, namun dalam keadaan itu Pak Harto tetap nampak tegar, tenang, dan tabah," ujar Sutanto.
Beberapa hari setelah peristiwa itu, Sutanto melanjutkan, beredar isu mengenai penyebab meninggalnya Ibu Tien.
Isu itu menyebutkan, Ibu Tien meninggal karena dua anak lelakinya, Tommy dan Bambang, saling berebut proyek mobil nasional.
Keduanya pun terlibat baku tembak hingga satu di antara tembakan kemudian mengenai Ibu Tien.
"Itu adalah rumor dan cerita yang sangat kejam dan tidak benar sama sekali."
"Saya saksi hidup yang menyaksikan Ibu Tien terkena serangan jantung mendadak, membawanya ke mobil, dan terus menunggu di luar ruangan saat tim dokter RSPAD melakukan upaya medis," jelasnya.
Oleh karena itu, Sutanto pun berharap agar masyarakat tidak termakan rumor tersebut.
"Saya harap jangan sampai rumor tidak benar itu tetap dipercaya oleh sebagian orang yang hingga kini terus menganggapnya benar," ujar Sutanto.
Meninggalnya Ibu Tien Soeharto
Jenderal Polisi Purnawirawan Sutanto memiliki sejumlah kenangan dengan keluarga besar Soeharto.
Sutanto memang pernah menjadi ajudan Soeharto dari tahun 1995 hingga 1998.
Satu di antara kenangan yang masih diingat oleh Sutanto adalah saat dia menjadi saksi detik-detik wafatnya Ibu Tien Soeharto.
Saat itu, dia baru saja menemani Soeharto memancing di Anyer, pada Jumat, 26 April 1996.
Ketika Soeharto sedang memancing, rupanya Ibu Tien sedang berada di sentra pembibitan buah Mekarsari.
Menurut Sutanto, saat itu Ibu Tien terlalu asyik dan bergembira melihat sejumlah tanaman yang sedang berbuah di tempat itu, sehingga dia pun kurang memperhatikan kesehatannya.
Padahal, sebenarnya Ibu Tien tidak boleh berjalan terlalu jauh dan lama.
Alasannya, Ibu Tien memang sedang mengidap penyakit gangguan jantung.
Saat Soeharto kembali ke rumah dan bertemu istri pada sore harinya, menurut Sutanto, suasana berlangsung seperti biasanya.
Meski demikian, kala itu Ibu Tien tetap harus terus beristirahat karena kelelahan.
Namun, sesuatu tiba-tiba terjadi pada Minggu (28/4/1996) dini hari, tepatnya sekitar pukul 04.00 WIB.
"Baru pada Minggu dini hari sebelum subuh, sekitar pukul 04.00, Ibu Tien mendapat serangan janting mendadak," kata Sutanto, seperti dikutip dalam buku 'Pak Harto, The Untold Stories'.
Saat itu, sang Ibu Negara terlihat sulit bernapas sehingga dilarikan ke RSPAD Gatot Subroto.
"Saya melihat Dokter Kepresidenan, Hari Sabardi, memberi bantuan awal pernapasan dengan tabung oksigen.
Saya sendiri turut membawa Ibu Negara dari rumah ke mobil dan selanjutnya ke RSPAD.
Saat itu, selain Pak Harto, Mas Tommy dan Mas Sigit ikut mendampingi," sambung Sutanto.
Sejumlah upaya medis untuk menyelamatkan Ibu Tien pun dilakukan oleh tim dokter, meski pada akhirnya Ibu Tien menghembuskan napas terakhirnya.
"Sekitar pukul 05.10, Ibu Tien menghembuskan napas terakhir dan meninggalkan berbagai kenangan kepada seluruh rakyat Indonesia," kata Sutanto.
Kemudian Ibu Tien Soeharto dimakamkan di Astana Giribangun di Karanganyar, Jawa Tengah.
Lalu 12 tahun setelah Ibu Tien meninggal, Soeharto menyusul sang kekasih hati ke keabadian pada 27 Januari 2008 dan dimakaman di tempat yang sama.
DiwartakanTribunnews.com, kompleks makam ini terletak di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 660 meter di atas permukaan laut, tepatnya di di Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah, sekitar 35 km di sebelah timur kota Surakarta.
Di atas komplek Astana Giribangun, terdapat Astana Mangadeg, yakni komplek pemakaman para penguasa Mangkunegaran, salah satu pecahan Kesultanan Mataram.
Astana Mangadeg berada di ketinggian 750 meter dpl, sedangkan Giribangun pada 660 meter dpl.
Di Astana Mangadeg dimakamkan Mangkunegara (MN) I alias Pangeran Sambernyawa, Mangkunegara II, dan Mangkunegara III.
Pemilihan posisi berada di bawah Mangadeg itu bukan tanpa alasan, yakni untuk tetap menghormati para penguasa Mangkunegaran, mengingat Ibu Tien Soeharto adalah keturunan Mangkunegara III. (Veronica Sri Wahyu Wardiningsih/GridPop)