Selama ini, kata Dedi, pihaknya sudah mengintai Abu Rara namun belum ditangkap karena belum ditemukan adanya persiapan atau bukti otentik untuk melakukan serangan.
Aksi yang dilakukan terhadap Wiranto, ia menjelaskan, adalah aksi spontan.
Dedi menjelaskan, dari pola yang dimiliki jaringan-jaringan teroris, tahapan yang dilakukan Abu Rara baru berada di tahapan ketiga yang dinamakan dengan istilah taklim khusus.
Taklim khusus tersebut diistilahkan mereka sebagai tahapan orang-orang yang sudah mendapat penilaian cukup kuat dari tokoh perekrutnya untuk bergabung sebagai simpatisan.
Adapun tahapan pertama merupakan tahap perencanaan awal yang berupa membangun komunikasi intens baik langsung (verbal) maupun tidak langsung (melalui media sosial).
"Di situ ada tokoh yang biasa rekrutmen kepada orang-orang yang memiliki simpati kepada perjuangan ISIS," kata dia.
Kemudian tahapan kedua diistilahkan mereka sebagai taklim umum, berupa ajaran-ajaran cara menyerang untuk mematangkan sisi mental dan spiritual yang bersangkutan.
Selanjutnya, ada dua tahapan lainnya yang harus mereka lalui agar bisa melakukan aksi penyerangan mereka kepada target, dalam hal ini adalah pemerintah dan kepolisian.
Fakta terbaru ternyata penusukan Wiranto pada Kamis (10/10/2019) oleh pelaku Abu Rara secara spontan.
Bahkan pelaku juga tak mengetahui bahwa yang ditusuknya adalah Wiranto.
"Tindakan serangan SA, sifatnya spontan.
Dia sudah punya framing, sasaran dia (pemerintah atau polisi) dan mengatakan tidak tahu siapa (yang ditusuk)," kata Dedi.