Soal ini dibenarkan Dr. Adrin Tohari, geolog dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang sempat mempelajari areal di sekitar lokasi amblasan.
“Patahnya kemungkinan akibat pergerakan tanah, tapi tidak terdeteksi sebelumnya. Jadi, ketika air menumpuk, terjadi lubang besar di dalam,” demikian analisisnya.
Jika tidak tersalurkan, akumulasi air memang bisa jadi biang kerok amblasan di wilayah batuan sedimen.
Apalagi diketahui, susunan batuan di TKP (tempat kejadian perkara) terdiri atas endapan vulkanik berupa tufa, lalu di bawahnya aluvial purba (bekas aliran sungai purba), sedangkan paling dasar barulah batuan lempung.
Air dalam volume besar, seperti di musim hujan, akan mentok dan terakumulasi dalam batuan paling dasar setelah terserap oleh tufa dan aluvial. Dari sanalah mulai timbul pergerakan tanah.
Kejadian di sekitar wilayah batuan sedimen Cipularang tentunya tidak mencerminkan kondisi di Cipularang seluruhnya.
Secara umum, jalan tol dinyatakan layak digunakan. Hanya saja, tetaplah terus berdoa dan taatilah peraturan lalu lintas.
Terlebih, dari sisi lalu lintas, wilayah ini kebetulan termasuk daerah rawan kecelakaan.
Dari arah Bandung, jalannya menurun tajam dan berkelok seperti huruf “S”.
PT Jasa Marga memasang banyak rambu agar pengguna jalan mengurangi kecepatan dan lebih berhati-hati.
Bikin halusinasi
Perhatian lebih mesti diarahkan ke turunan seperti huruf "S" tadi.