Pada Kongres IV PKI 1954 peremajaan pimpinan PKI berhasil. Sekjen D.N. Aidit (31 tahun), kedua wakilnya MH Lukman (34 tahun), dan Njoto (29 tahun).
Sekali waktu Sekjen Aidit pergi ke Manado. Orang bertanya kepadanya, “Bung kapan datang jenderalnya?”
Orang kira sekjen berarti sekretarisnya jenderal. Nama itu ternyata tak sesuai dengan pengertian masyarakat kita.
Pada 1959 diubah menjadi Ketua Rekan dan anak buah menyebutnya “Kawan ketua Aidit”. Salam mereka bukan membungkuk (ini feodal bukan?) tetapi angkat tangan sambil tersenyum.
Agitas, organisasi, dan mobilisasi massa adalah garis baru yang ditegaskan PKI selama ini. Sebelum diterima oleh Aidit ada beberapa kali saya menunggu di ruang penerima tetamu.
Percakapan mereka selalu segar. Penuh keyakinan, optimisme, dan hari depan yang gemilang!
Dalam kedudukan sebagai Ketua CC, Aidit sering kali melawat ke luar negeri. Menghadiri kongres-kongres di Moskow dan negara-negara komunis lainnya.
Katanya ini perlu baginya. Karena merupakan bahan perbandingan yang bermanfaat dalam “mengindonesiakan” partai komunis.
Kawan hidup Aidit seorang dokter spesialis atom untuk kesehatan tetapi juga seorang aktivis Gerwani. Namanya, nyonya dokter Tanti Aidit. Mereka kawin pada tahun 1948, rupanya di Solo.
“Sebenarnya anak saya 4, tetapi karena yang bungsu kembar jadi 5,” kata Aidit sambil menarik-narik kedua pipa celananya sampai-sampai ke atas lutut.
Tatkala nyonya Tanti mengadakan spesialisasi di Moskow, anak-anaknya turut serta. Dua anak perempuan yang tertua sekolah di sana sampai sekarang, 1 SM, 1 SD. Tiga yang di rumah semuanya lelaki. Dokter Tanti Aidit kini mengajar pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Aidit berkendaraan mobil mentereng Dodge hitam karena sebagai wakil ketua MPRS ia adalah Yang Mulia Menteri.