Suar.ID -Gelombang kemarahan menjalar di seantero dunia terkait apa yang dilakukan Brenton Tarrant (28) yang membantai jemaah dua masjid di Selandia Baru, Jumat (15/3) kemarin.
Kemarahan itu, tak terkecuali, juga muncul dari balik jeruji penjara. Terkait hal ini, kriminolog Univeristas Canterbury, Greg Newbold, sudah mewanti-wanti.
Seperti dilaporkan New Zealand Herald pada Senin (18/3) kemarin, Newbold memperingatkan bahwa polisi harus mengantisipasi segala kemungkinan saat Tarrant berada di penjara.
Terutama di penjara Selandia Baru.
Baca Juga : Pria Indigo Sekaligus Youtuber Kondang Ini Beberkan Ciri-ciri Rumah Makan yang Pakai Penglaris
Sebagai mantan narapidana, Newbold tahu betul bagaimana kondisi di penjara-penjara yang ada di negaranya.
“Aku meyakini, dia benar-benar berada dalam kondisi bahaya yang ekstrem,” katanya.
“Ada sekelompok orang di penjara yang marah dengan peristiwa (penembakan) itu, ditambah fakta bila Brenton Tarrant adalah kelompok ekstrimis kulit putih.”
Mayoritas narapidana di penjara Selandia Baru, tambah Newbold, adalah kelompok non-kulit putih.
Tarrant akan sulit menghimpun perlindungan dari para napi ekstremis kulit putih, karena jumlah mereka kalah jauh.
Di penjara, menurut Newbold, orang-orang ekstrimis kulit putih selama ini lebih banyak 'menundukkan kepala', karena memang bukan mereka yang berkuasa di sana.
Newbold meyakini, Tarrant akan menerima isolasi penuh selama di penjara. "Setidaknya untuk 5 atau 10 tahun, dia akan dikurung di sel secara sendirian.”