"Dari informasi yang kami dapat, Sapto setiap malam tidur bersama anak sang pemilik di dalam rumah hanya siang saja dimasukkan ke kandang. Ini sangat berbahaya karena orangutan adalah satwa liar," sambung Panut.
Zulhilmi, dokter hewan dari YOSL-OIC yang ikut dalam proses evakuasi mengatakan, rencananya Sapto akan direhabilitasi.
Dibawa ke karantina The Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) di Batumbelin, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara.
Alasannya, untuk periksaan kesehatan berkelanjutan.
Baca Juga : Negara Ini Rela Tak Punya Pasukan Militer Cuma Karena Tak Mau Bayar Gaji Tentara, Yakin Negaranya Aman?
"Kondisinya malnutrisi, asupan makanannya sangat sedikit. Hasil pengamatan awal, fisik luar Sapto tampak normal. Tidak ada bekas luka," katanya.
Kembali Panut menimpali, dia bilang, lokasi ditemukannya Sapto tidak jauh dari habitatnya karena berbatasan langsung dengan Kabupaten Naganraya.
Kawasan ini dulunya adalah hutan gambut Rawa Tripa. Populasi orangutan di sini sekira 3.000 individu, saat ini diprediksi tinggal 200 individu.
"Ekspansi sawit sangat masif, habitat orangutan habis," kata dia. Apalagi sampai sekarang, lanjut Panut, para pemilik orangutan tidak pernah mendapat sanksi hukum yang tegas.
Cuma upaya persuasif yang dilakukan petugas berwenang, padahal kebanyakan dari para pemilik itu terlibat dalam rantai perdagangan hewan-hewan tersebut.