Suar.ID- Tanggal 17 Januari 2019 besok adalah hari jadi band Seventeen yang ke-20 tahun.
Cerita tentang grup band Seventeen mungkin akan terus dikenang sampai waktu yang lama nanti.
Saat band lain bubar karena personilnya mulai memilih jalan berkarya yang lain, Seventeen bubar karena personilnya meninggal dunia saat unjuk gigi.
Hari Sabtu (22/12/2018) malam kemarin menjadi hari bersejarah bagi masyarakat Banten dan seitarnya, terutama bagi Seventeen.
Baca Juga : Sambil Menangis, Vanessa Angel Ungkap Kesedihannya: 'Aku Nggak Tahu Lanjutin Hidup ke Depan Harus Bagaimana'
Grup band ini menjadi korban tsunami yang menerjang kawasan Tanjung Lesung.
Dari empat personel Seventeen, tiga personel meninggal dunia dan hanya satu yang selamat.
Herman (gitaris Seventeen), Bani (bassist Seventeen), dan Andi (drummer Seventeen) meninggal, sementara ifan (vokalis) bisa selamat dari musibah.
Tak hanya itu, Seventeen juga kehilangan dua krunya yaitu Oki dan Ujang serta istri Ifan, Dylan Sahara.
Menanggapi musibah yang menimpa Seventeen, seseorang yang sempat berjasa bagi eksistensi grup ini pun mengungkap sebuah kisah perjuangan anak muda dari Yogyakarta yang sukses di panggung nasional ini.
Baca Juga : Anaknya Kalah Main Video Game, Ayah Ini Hajar Remaja 19 Tahun Lawannya hingga Berakhir di Ruang ICU
Ia adalah Dendy Renando, pria yang ikut membesarkan nama Seventeen setelah sempat jatuh bangun.
Dendy bertemu dengan Herman di sebuah toko baju miliknya di Yogyakarta tahun 2004 silam dan memutuskan untuk ikut bergabung dengan Seventeen.
Bukan sebagai personel band, Dendy adalah manajer Seventeen kala itu yang berulang kali mencoba membuat karir Seventeen menanjak.
Dendy mengaku yakin pada Seventeen dan merasakan ikatan kuat dengan para personelnya, saat itu vokalisnya masih Doni, belum Ifan.
Sayangnya, perjalanan mereka tak pernah mudah.
Baca Juga : Terungkap Gaya Hidup Robby Tumewu Semasa Hidup, Diet Keras Tapi Tak Imbang dengan Kegiatannya
Tahun 2006, gempa mengguncang Yogyakarta yang merupakan basecamp dan tempat tinggal para anggota Seventeen.
Akibat gempa itu, promosi album Seventeen terpaksa ditunda.
Mereka memilih untuk meyelamatkan keluarga dan membantu proses berbenah di kota tercinta itu. Di tahun yang sama, Doni sang vokalis memutuskan keluar dari Seventeen.
Keluarnya Doni menjadi salah satu ganjalan yang dihadapi, saat itu Doni banyak menciptakan lagu untuk Seventeen.
Tak lama setelah Doni keluar, Ifan bergabung sebagai vokalis Seventeen dan tahun 2007, mereka meluncurkan lagu baru.
Lagi-lagi karier Seventeen tak mulus, banyak label rekaman yang menolak lagu demo mereka hingga masing-masing personel memutuskan untuk vakum dan bekerja yang lain.
Di saat sulit itu, Ifan paling bersemangat dan punya harapan besar bagi Seventeen hingga tahun 2008 mereka berhasil mendapat kontrak dari label Mi2 Music Production.
Berkat album Lelaki Hebat dengan lagu andalan Selalu Mengalah, nama Seventeen mulai dikenal dan kehidupan mereka pun berubah jadi lebih baik.
Mereka bisa membeli mobil operasional, mengganti instrumen musik yang lebih baik dan bisa mengintrak rumah untuk basecamp sementara di Jakarta.
Hari-hari berlangsung begitu cepat dengan semua jadwal dan kesibukan Seventeen bernyanyi di sana-sini.
Meski banyak anggota yang kemudian menikah dan menjadi suami serta ayah, Seventeen tak pernah berubah.
Dedikasi Herman, semangat Ifan, canda dari Bani dan Andi selalu mewarnai hari-hari mereka.
Dendy juga bercerita kalau sebenarnya, 17 Januari 2019 nanti mereka berencana menggelar konser 20 tahun Seventeen dan merilis film dokumenter tentang perjalanan mereka.
Sayangnya, Seventeen harus pamit undur diri.
Bukan karena mereka sudah malas bermusik atau bosan satu sama lain, tapi karena maut mejemput Herman, Bani, dan Andi lebih dulu.
Ifan tak sendirian, tak akan pernah sendirian karena banyak orang yang mendukungnya dan akan selalu menguatkan langkah kakinya ke depan nanti.
Tsunami Banten seolah ingin beritahu Ifan, Seventeen berakhir bukan karena tak setia, tapi justru sangat solid sampai hanya maut yang memisahkan mereka berempat.
Baca Juga : Kisruh Sekolah Jokowi di SMAN 6 Surakarta, Ini Kesaksian Guru dan Nilai Rapor Jokowi Semasa SMA