Sekitar satu menit kemudian, kedua F-16 berhasil berkomunikasi dengan kedua Hornet yang mencegat mereka. Dari komunikasi singkat itu akhirnya diketahui bahwa mereka mengklaim sedang terbang di wilayah perairan internasional.
“We are F-18 Hornets from US Navy fleet, our position on International Water, stay away from our warship”.
Baca Juga : Kisah AMX-13 Tank Andalan Israel yang Makin Hebat Saat di Tangan TNI
Dari jawaban yang diberikan oleh pilot Hornet jelas telah terjadi kesalahan persepsi mengenai Hukum Laut Internasional. F-16 pertama lalu menjelaskan bahwa mereka sedang melaksanakan patroli dan bertugas mengidentifikasi visual serta memberi tahu bahwa posisi F-18 berada di wilayah Indonesia.
Mereka juga diminta untuk mengontak ke ATC setempat, karena ATC terdekat, Bali Control, belum mengetahui status mereka. Usai kontak kedua pesawat Hornet AL AS itu terbang menjauh sedangkan kedua F-16 TNI AU return to base, kembali ke pangkalannya, Lanud Iswahjudi, Madiun.
Selain berhasil bertemu dengan Hornet, kedua F-16 TNI AU juga melihat sebuah kapal perang frigat yang sedang berlayar ke arah timur. Setelah F-16 mendarat selamat di pangkalan, TNI AU menerima laporan dari MMC Rai (ATC Bali) bahwa Flight Hornet merupakan bagian dari Armada US Navy.
Namun yang paling penting dan merupakan tolok ukur suksesnya tugas F-16, Hornet AL AS baru saja mengontak MCC Rai dan melaporkan kegiatannya. Keesokan harinya TNI AU terus mengadakan pemantauan terhadap konvoi armada laut AS itu dengan mengirimkan pesawat intai B 737.
Hasil pengintaian dan pemotretan menunjukkan bahwa armada laut AS yang terdiri dari kapal induk USS Carl Vinson, dua frigat dan satu destroyer sedang berlayar di antara Pulau Madura dan Kangean menuju Selat Lombok.
Selama operasi pengintaian itu pesawat surveillance B737 terus dibayangi dua F/A-18 Hornet AL AS.
Tugas kedua Hornet itu masih merupakan standar operasi US Navy mengingat armada kapal induk dan pengiringnya yang sedang berlayar harus dikawal di atas permukaan laut dan dari udara yang merupakan jalur perlintasan internasional.
Meskipun mendapat provokasi dari dua Hornet yang dilengkapi persenjataan lengkap pesawat intai TNI AU terus melakukan pemantauannya secara leluasa mengingat masih berada di ruang udara NKRI.
Bahan-bahan yang didapat dari misi pengintaian itu kemudian dipakai oleh pemerintah untuk melancarkan “keberatan” secara diplomatik terhadap pemerintah AS.