Suar.ID - Penyekapan disertai pembantaian terhadap para pekerja proyek Trans Papua di Kabupaten Nduga, Papua, pada 2 Desember lalu menegaskan, upaya damai di Bumi Cenderawasih belum menunjukkan titik temu.
Tak lama setelah pembantaian itu, pemerintah langsung mengirim TNI-POLRI untuk meringkus gerombolan yang dinamakan sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Kelompok ini oleh banyak kalangan disebut berafiliasi dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Baca Juga : Dita Soedarjo Gagal Nikah dengan Denny Sumargo: Saya Enggak Terlalu Mengerti Pergaulan Aktor
Pada 1960-1963 terjadi konflik bersenjata antara militer Indonesia (TNI) dan militer Belanda untuk memperebutkan Irian Jaya (Papua).
Konflik militer dalam skala besar nyaris pecah setelah RI mengerahkan pasukannya secara besar-besaran (Operasi Jaya Wijaya) demi menggempur pasukan Belanda.
Tapi sebelum konflik pecah dalam bentuk peperangan secara terbuka, Belanda memilih menyerahkan Irian Barat secara damai melalui PBB pada 1 Mei 1963.
Namun sebelum menyerahkan Irian Barat ke pangkuan RI, Belanda telah melakukan langkah licik dengan secara diam-diam membentuk negara boneka Papua.
Belanda bahkan membentuk pasukan sukarelawan lokal bernama Papua Volunteer Corps ( PVC) yang sudah terlatih baik dan sempat bertempur melawan pasukan RI ketika melancarkan Operasi Trikora.
Ketika Belanda menyerahkan Irian Barat, secara sengaja Belanda rupanya tidak membubarkan negara boneka Papua yang saat itu dipimpin warga lokal .
Pasukan PVC juga tidak dibubarkan dan banyak di antaranya masuk ke hutan dan membentuk pasukan perlawanan (pemberontak) yang kemudian dikenal sebagai Organisasi Papua Merdeka (OPM).