Suar.ID - Richard Eliezer Pudihang alias Bharada E, terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J kembali menjalani sidang atas perkara yang menjeratnya, Rabu (15/2/2023).
Sebagai informasi, dalam perkara ini, Bharada E dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) pidana 12 tahun penjara.
Pada tuntutannya, jaksa menyatakan jika Bharada E secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pidana merampas nyawa orang lain dengan perencanaan terlebih dahulu.
Jaksa menyebut, perbuatan Bharada E melanggar Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer.
Namun, besar potensinya vonis pada Bharada E akan berbed dengan tuntutan hukuman yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di sidang tempo hari.
Hal ini seperti nasib terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Ferdy Sambo divonis hukuman mati dari tuntutan seumur hidup, sedangkan Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara dari tuntutan 8 tahun penjara.
Terdakwa Kuat Maruf divonis 15 tahun penjara dari tuntutan 8 tahun penjara.
Lalu Bripda Ricky Rizal divonis 13 tahun penjara dari tuntutan 8 tahun penjara.
Lantas bagaimana nasib Bharada E yang akan menghadapi tuntutan hari ini?
Pengamat kepolisian Institute for Security and Strategist Studies (ISESS), Bambang Rukminto menanggapi vonis Bharada E.
Dirinya mengatakan tuntutan JPU pada Bharada E yakni 12 tahun, lebih tinggi dari tersangka lain yang hanya 8 tahun tentu mengecewakan.
"Dan apabila vonis yang diberikan kepada Bharada E nantinya lebih tinggi hal itu mengecewakan," ungkapnya, mengutip tayangan YouTube Kompas TV, Senin (13/2/2023).
Menurut Bambang, Richard Eliezer dikorbankan dalam konteks pembunuhan berencana Brigadir J.
"Bagaimana Eliezer yang merupakan level paling bawah di kepolisian dijadikan korban tanpa melihat adanya rasa tanggung jawab oleh pimpinannya," katanya.
Terlepas soal Bharada E yang menembak Brigadir J, namun lanjut Bambang, aksi tersebut murni di bawah perintah atasannya, dalam hal ini Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Pun soal status Bharada E yang merupakan angggota Brimob, di mana sangat menjunjung tinggi kedisiplinan serta patuh pada komandannya.
"Ada dua kultur yang berbeda antara polisi umum dan Brimob, Brimob adalah pasukan di mana yang bergerak di wilayah-wilayah konflik, memang harus disiplin, siap atasan, siap komandan, siap jenderal."
"Makanya tanggung jawab pada komandannya," kata Bambang.
Sementara terkait vonis yang diberikan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan, lanjut Bambang nantinya tidak lepas pada persepsi masyarakat.