Suar.ID -Semuanya Ditembak Mati, Seperti Apa Akhir Hidup 5 Tokoh PKI yang Misterius?
Para tokoh PKI ini diketahui mati dengan cara tragis, sebagaimana pembantaian yang disebut-sebut telah mereka otaki dalam sejarah paling hitam di Indonesia.
Mereka adalah Muso, Amir Syarifuddin, Dipa Nusantara Aidit, Muhammad Hatta Lukman, dan Njoto.
Mereka semua ditembak mati.
Bahkan, tak ada pernghormatan jenazah.
Semuanya ditembus peluru.
Bahkan, beberapa tak diketahui kuburnya.
Muso Munawar
Negara Republik Soviet Indonesia yang diproklamirkan tokoh komunis Muso di Madiun tak berumur panjang.
Negara yang didirikanpada 18 September 1948 itu langsung dihancurkan pasukan TNI yang menyerang dari Timur dan Barat.
Dalam waktu dua minggu, kekuatan bersenjata tentara Musso dihancurkan pasukan TNI.
Muso, Amir Syarifuddin dan pimpinan PKI Madiun melarikan diri.
Di tengah jalan, Amir dan Muso berbeda pendapat.
Muso melanjutkan perjalanan hanya ditemani beberapa pengawal.
Pada31 Oktober, pasukan TNI di bawah pimpinan Kapten Sumadi memergoki Muso di Purworejo.
Muso menolak menyerah dan melarikan diri.
Dia bersembunyi di sebuah kamar mandi.
Di sana, dia terlibat baku tembak hingga tewas.
Beberapa sumber menyebutkan jenazah Muso kemudian dibawa ke alun-alun dan dibakar.
Amir Syarifuddin
Amir Syarifuddin pernah menempati sejumlah posisi penting saat Indonesia baru merdeka.
Dia pernah menjadi Menteri Penerangan, Menteri Pertahanan, bahkan pernah menjadi Menteri Republik Indonesia.
Namun, hasil perjanjian Renville memutar nasib Amir 180 derajat.
Saat itu, Amir menjadi negosiator utama RI dalam perjanjian itu.
Isi perjanjian Renville memang tak menguntungkan RI.
Belanda hanya mengakui Yogyakarta, Jawa Tengah dan Sumatera.
Maka, Amir dikecam dari segala penjuru.
Kabinetnya pun jatuh.
Dia kemudian bergabung dengan Muso dalam Negara Republik Soviet Indonesia di Madiun pada 19 September 1948.
Saat pemberontakan Madiun dihancurkan TNI, Amir melarikan diri.
Dia akhirnya ditangkap TNI di hutan kawasan Purwodadi.
Pada 19 Desember 1948, bersamaan dengan Agresi Militer II, Amir ditembak mati bersama para pemberontak Madiun yang tertangkap.
Eksekusi dilakukan dengan buru-buru.
Sebelum meninggal, Amir menyanyikan lagu internationale, yang merupakan lagu komunis.
Amir juga sempat menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Namun, peluru seorang polisi militer mengakhiri hidupnya.
Dipa Nusantara Aidit
Dipa Nusantara (DN) Aidit langsung melarikan diri dari Jakarta saat Gerakan 30 September 1965 gagal.
Aidit lari ke daerah basis PKI di Yogyakarta.
Aidit lalu berkeliling ke Semarang dan Solo.
Dia masih sempat menemui beberapa pengurus PKI di daerah untuk melakukan koordinasi.
Pada22 November 1965, Aidit ditangkap pasukan Brigade Infantri IV Kostrad di kampung dekat Stasiun Solo Balapan.
Aidit bersembunyi dalam sebuah ruangan yang ditutup lemari.
Kepada Komandan Brigif IV, Kolonel Jasir Hadibroto, Aidit minta dipertemukan dengan Soekarno.
Aidit mengaku, sudah membuat pengakuan tertulis soal G30S.
Dokumen itu rencananya akan diberikan pada Soekarno.
Namun, keinginan Aidit tak pernah terpenuhi.
Keesokan harinya, Jasir dan pasukannya membawa Aidit ke sebuah sumur tua di belakang markas TNI di Boyolali.
Aidit berpidato berapi-api sebelum ditembak.
Berondongan AK-47 mengakhiri hidup Ketua Comite Central PKI itu.
Kuburan pasti Aidit, tak diketahui hingga kini.
Muhammad Hatta Lukman
Muhammad Hatta Lukman merupakan orang kedua di Partai Komunis Indonesia setelah Aidit.
Bersama Njoto dan Aidit, ketiganya dikenal sebagai triumvirat, atau tiga pemimpin PKI.
MH Lukman mengikuti ayahnya yang dibuang ke Digoel, Papua.
Sejak kecil, dia terbiasa hidup di tengah pergerakan.
Nama Muhammad Hatta diberikan, karena Lukman sempat menjadi kesayangan Mohammad Hatta, proklamator RI.
Tapi seperti beberapa tokoh pemuda Menteng 31 pada 1945, Lukman memilih komunis sebagai jalan hidup.
Setelah pemberontakan Madiun 1948, triumvirat langsung melejit.
Mereka mengambil alih kepemimpinan PKI dari para komunis tua.
Di pemerintahan, Lukman sempat menjabat wakil ketua DPR-GR.
Tak banyak data mengenai kematian Lukman.
Saat itu beberapa hari setelah Gerakan 30 September gagal, Lukman diculik dan ditembak mati tentara.
Mayatdan kuburannya pun tak diketahui.
Tokoh Politbiro Comite Central PKI, Sudisman di pengadilan menyebut, tragedi pembunuhan Aidit, Lukman dan Njoto, sebagai 'jalan mati'.
Lantaran, ketiganya tak diadili dan langsung ditembak mati.
Njoto
Njoto merupakan Wakil Ketua II Comite Central PKI.
Ia merupakan orang ketiga saat PKI menggapai masa jayanya periode 1955 hingga 1965.
Njoto juga merupakan orang kesayangan Soekarno.
Aidit sempat menganggap Njoto lebih Sukarnois daripada Komunis.
Njoto menjadi menteri kabinet Dwikora, mewakili PKI.
Dia salah satu orang yang dipercaya Soekarno untuk menulis pidato kenegaraan yang akan dibacakan Sang Proklamator.
Njoto adalah seniman, pemusik, dan politikus yang cerdas.
Menjelang 1965, isu berhembus.
Njoto diisukan berselingkuh dengan wanita Rusia.
Hal ini yang membuat Aidit memutuskan akan memecat Njoto.
Menjelang G30S, Njoto sudah tak lagi diajak rapat pimpinan tinggi PKI.
Kematian Njoto pun simpang siur.
Kabarnya pada 16 Desember 1965, Njoto pulang mengikuti sidang kabinet di Istana Negara.
Di sekitar Menteng, mobilnya dicegat.
Njoto pun dipukul.
Kemudian, ia dibawa pergi tentara.
Diduga, dia langsung ditembak mati.
Baca Juga: Apa Penyebab Kegagalan G30S PKI Menurut Seopardjo?