G30S: Tewas Jadi Target Serangan PKI, Bagaimana Karir Mayor Jenderal Siwondo Parman?

Minggu, 18 September 2022 | 12:06
Dok. Tribunnews

Tewas Jadi Target Serangan PKI, Bagaimana Karir Mayor Jenderal Siwondo Parman?

Suar.ID -Tewas Jadi Target Serangan PKI, Bagaimana Karir Mayor Jenderal Siwondo Parman?

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 ialah tragedi nasional yang diduga dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 menimbulkan korban di kalangan petinggi militer.

Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh persaingan politik.

Pasalnya PKI sebagai kekuatan politik, merasa khawatir.

Lantaran, kondisi kesehatan Presiden Soekarno yang memburuk.

Peristiwa gerakan 30 September 1965, pada dasarnya berlangsung selama dua hari.

Pada 30 September, kegiatan kordinasi dan persiapan.

Keesokan harinya, pada 1 Oktober 1965 dini hari, kegiatan pelaksanaan penculikkan dan pembunuhan.

Gerakan 30 September 1965 berada di bawah kendali Letkol Untung dari Komando Batalion I resimen Cakrabirawa.

Letkol Untung kemudian menunjuk Lettu Dul Arief untuk menjadi ketua pelaksanaan penculikan.

Pasukan bergerak mulai pukul 03.00, enam Jendral menjadi korban penculikan dan pembunuhan, Letjen. Ahmad Yani, Mayjen. R. Soeprapto, Mayjen. Harjono, Mayjen. S. Parman, Brigjen D.I. Panjaitan, Brigjen Sutoyo dan satu perwira, Lettu Pierre Tandean.

Jenazah mereka dimasukkan ke dalam lubang, di kasawan Pondok Gede, Jakarta.

Jendral A.H. Nasution berhasil selamat dari penculikan.

Namun, putrinya menjadi korban.

IST via TribunJogja.com
IST via TribunJogja.com

Tewas Jadi Target Serangan PKI, Bagaimana Karir Mayor Jenderal Siwondo Parman? Lubang Buaya

Putri Jendral A.H. Nasution bernama Ade Irma Suryani.

Tak hanya itu, ajudannya, Lettu. Pierre Tandean juga menjadi korban.

Korban lain, Brigadir Polisi K.S. Tubun, wafat ketika mengawal rumah Dr. J. Leimana.

Gerakan ini menyebar juga di Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta.

Kolonel Katamso dan Letkol. Sugiono juga menjadi korban.

Lantaran, mereka tidak mendukung gerakan ini.

Setelah berhasil menculik dan membunuh petinggi AD, PKI menguasai gedung Radio Republik Indonesia.

PKI mengumumkan sebuah Dekrit yang diberi nama Dekrit no.1.

Sebuah pernyataan gerakan G30Ssebagai upaya penyelematan negara dari Dewan Jendral yang ingin mengambil alih negara.

Gerakan 30 September 1965 menimbulkan kegelisahan masyarakat Indonesia, khususnya kota Jakarta.

Setelah menerima laporan, Mayjen Soeharto langsung mengambil alih pimpinan Angkatan Darat.

Hal ini guna menindaklanjuti persitiwa yang terjadi pada 30 September tersebut.

Langkah penumpasan dimulai pada 1 Oktober 1965.

TNI berusaha menetralisir pasukan-pasukan yang menduduki Lapangan Merdeka.

Selanjutnya, Mayjen Soeharto menugaskan kepada Kolonel Sarwo Edhi Wibowo untuk merebut kembali gedung RRI dan Pusat Telekomunikasi,

tugas tersebut selesai dalam waktu singkat dan tanpa pertumpahan darah.

Dengan dikuasainya RRI dan Telekomunikasi, pada jam 20.00 WIB, Soeharto mengumumkan, telah terjadi perebutan kekuasaan oleh gerakan 30 September.

Soeharto juga mengumumkan, Presiden Soekarno dan Menko Hankam/KASAB Jenderal A.H. Nasution dalam keadaan selamat.

Operasi penumpasan berlanjut ke kawasan Halim Perdanakusuma pada 2 Oktober 1965, tempat pasukan G30S mengundurkan diri dari kawasan Monas.

Pada tanggal yang sama, atas petunjuk Polisi Sukitman yang berhasil lolos dari penculikan PKI, pasukan pemerintah menemukan lokasi Jenazah para perwira di lubang sumur tua.

Di atasnya, ditanami pohon pisang di kawasan yang dekat juga dengan Halim, yakni Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Pada 4 Oktober, dilakukan pengangkatan Jenazah tersebut.

Keesokan harinya, mereka dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.

SETNEG
SETNEG

Tewas Jadi Target Serangan PKI, Bagaimana Karir Mayor Jenderal Siwondo Parman? Taman Nasional Makam Pahlawan Lubang Buaya.

Para perwira yang gugur akibat pemberontakan ini diberi penghargaan sebagai Pahlawan Revolusi.

Salah satu dari mereka adalah Mayor Jenderal Siwondo Parman

Mayor Jenderal Siswondo Parman lahir pada 14 Agustus 1918 di Wonosobo, Jawa Tengah.

Beliau sempat masuk ke sekolah kedokteran.

Namun ia berhenti, setelah Jepang menjajah Indonesia.

Baca Juga: G30S: Tewas Jadi Target Serangan PKI, Bagaimana Karir Jenderal TNI Ahmad Yani?

Tag

Editor : Ervananto Ekadilla

Sumber kemendikbud.go.id