Suar.ID -Timor Leste Nyaris Luluh Lantak, Militer Indonesia dan Australia Rupanya Hampir Berperang di Bumi Lorosae Gegara Hal Ini.
Sejak keputusan referendumpada 1999, Timor Timur akhirnya memutuskan untuk berpisah dari Indonesia.
Daerah yang sebelumnya menjadi provinsi ke-27 dari Indonesia ini resmi berdaulat dan menjadi negara merdekapada 2002.
Meski sudah hampir 20 tahun merdeka, nyatanya kondisi perekonomian dari Bumi Lorosae ini belum kunjung menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Padahal konon saat memutuskan merdeka, mereka mengaku mampu untuk mengolah kekayaan sumber daya alamnya sendiri.
Kini, nasib negara Timor Leste dikabarkan masih bergantung dari bantuan Australia.
Namun saat sebelum merdeka, Intervensi militer yang dilakukan Indonesia di Timor Leste, ternyata nyaris membawa Indonesia di ambang peperangan.
Hal itumengungkap saat-saat menegangkan yang terjadi antara Indonesia dan negara tetangganya, Australia yang hampir saja bertikai satu sama lain.
DiwartakanNew Mandala, pada 1999, Australia berada di jurang konfrontasi besar dengan Indonesia.
Misi penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa ke provinsi Timor-Leste di Indonesia yang mendorong kemerdekaan, justru berpotensi menempatkan Canberra dan Jakarta pada jalur yang berlawanan.
Saat-saat menegangkan itu berubah menjadi lahirnya bangsa baru.
Pada September 1999, ketika langkah Timor Leste untuk merdeka dari Indonesia terancam lepas kendali dalam krisis keamanan dan kemanusiaan yang memburuk, Australia diberi mandat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengatur dan memimpin misi pemeliharaan perdamaian multinasional.
Kekerasan yang melanda negara itu dipicu oleh milisi yang menentang suara yang luar biasa untuk kemerdekaan Timor Leste.
Hal ini menyebabkan tokoh politik utama Timor Leste, Xanana Gusmao minta bantuan pasukan penjaga perdamaian PBB.
Pasukan itu, yang dikenal sebagai Pasukan Internasional Timor Timur (INTERFET), melibatkan sekitar 20 negara dan mencakup lebih dari 5.000 warga Australia.
Pengerahan itu bisa jadi kesalahan besar dalam memahami implikasinya bagi hubungan Australia dengan Indonesia dan kawasan yang lebih luas.
Ini sangat penting, karena tujuannya awalnya untuk meningkatkan keamanan kawasan.
Tetapi, ada satu masalah pemicu yang ditarik.
Salah satunya, sebuah tindakan tidak bertanggung jawab oleh individu atau kelompok dapat dengan mudah meningkat menjadi bentrokan berdarah yang akan sangat sulit untuk dilepaskan.
Perdana Menteri saat itu, John Howard, mengklaim keterlibatan Australia dalam pembebasan Timor Timur 1999 masih bergema kuat dengan bangsa Asia Tenggara.
"Ini secara langsung mengarah pada lahirnya negara yang sangat kecil dan rakyatnya sangat bersyukur atas apa yang kami lakukan," katanya.
Tantangan keamanan nyata bagi INTERFETterus terjadi pada minggu pertamadan seterusnya denganrisikotinggi.
Ada kemungkinan, kelompok-kelompok milisi akan terus mendahului orang Timor, yang mengarah ke pertempuran dengan pasukan INTERFET.
Karena ketidaksengajaan atau kesalahan penilaian, militer Indonesia (TNI) dan pasukan INTERFETberpotensibentrok.
Panglima Darurat Militer Indonesia, Letnan Jenderal Kiki Syahnakri, mengejutkan orang-orang yang paling kritis terhadap militer Indonesia dengan membantu menghindari apafaktor yang bisa menjadi bentrokan.
Dia memahamirisikotinggi dan konsekuensi jangka panjang yang berpotensi menghancurkan dari bentrokan bersenjata yang mengarah ke konflik yang lebih luas antara Australia dan Indonesia.
Ditambah lagi denganpengerahan pasukan tempur dalam jumlah besar yang cepat dan kuat.
Bermula dari Australia, Selandia Baru, dan Inggris yang merupakan penghalangbesar bagi berlanjutnya kehadiran kelompok milisi.
Setelah itu, INTERFET dapat melakukan semacam 'pendudukan jinak' di Timor Leste untuk memulihkan kepercayaan.
Tujuan utamanya, memungkinkan pengembalian dan penyebaran layanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi non-pemerintah.
Kepala Angkatan Pertahanan Australia, Laksamana Chris Barrie, berperan penting dalam menyusun koalisi multi-nasional.
Dia mengirim Air Marshall Doug Riding dalam tur keliling wilayah itu untuk mengumpulkan dukungan untuk INTERFET.
Sementara itu, penasihat kebijakan Pertahanan utama di Canberra, Hugh White, berjuang untuk mendamaikan perubahan kebijakan yang terlibat dalam upaya menjaga hubungan yang stabil dan bersahabat dengan Indonesia.
Dalam menghadapi tanda-tanda tidak menyenangkan menjelang pemungutan suara 20 September dan setelahnya, ketika penjarahan dan pembakaran tersebar luas.
Hugh White adalah Wakil Sekretaris Strategi di Departemen Pertahanan pada saat krisis.
Ia menyaksikan banyak musyawarah pemerintah Australia di Canberra saat pasukan bersiap untuk campur tangan di Timor Leste
White berpendapat, banyak orang dan organisasi berbagi tanggung jawab atas transisi Timor Leste menuju kemerdekaan, dan proporsi Australia 'sangat kecil'.
Sementara, White berusaha untuk menempatkan peran Australia dalam konteks, kontribusi Australia tetap kepentingan akan hasilnya.
Presiden Timor Leste dan mantan Perdana Menteri Xanana Gusmao, memiliki pandangan berbeda tentang bagaimana intervensi itu berjalan dengan baik.
Baginya, rekonsiliasi, menghormati mereka yang terhilang di masa lalu dan melihat masa depan dengan optimis adalah ciri khas dari pendekatannya.
Sikap Gusmao mendorong rekonsiliasi adalah salah satu indikator harapan terbesar bagi bangsa muda Timor Timur.
Intinya, intervensi Timor Leste 1999 menyebabkan pergeseran persepsi tentang bagaimana Australia memandang dirinya sendiri dan apa yang dapat dan harus dilakukan untuk bertindak tegas di sekitarnya.