Suar.ID - Tikus dikenal sebagai hewan yang sangat cerdas dan tangguh.
Selain menyebarkan berbagai penyakit, mengintai di selokan, ruang bawah tanah yang kotor, dan tempat pembuangan sampah, mereka mampu bertahan dari kondisi paling ekstrim seperti banjir, kebakaran, bahkan bencana nuklir.
Sejak akhir abad ke -19, mereka telah dipelihara sebagai hewan peliharaan, dan tidak menimbulkan risiko kesehatan lebih dari hewan peliharaan seperti kucing atau anjing.
Mereka bahkan bisa dilatih untuk melakukan berbagai trik.
"Raja tikus" adalah fenomena langka dan aneh yang terjadi pada beberapa populasi tikus.
Sejumlah tikus secara tidak sengaja terjalin di bagian ekor dan bergabung dengan darah dan kotorannya.
Hewan-hewan tersebut kemudian tumbuh bersama dengan ekor mereka yang bergabung.
Fenomena ini kebanyakan terjadi di tempat-tempat kotor di mana populasi tikus yang berkembang pesat mencapai jumlah yang mencengangkan.
Istilah “raja tikus” berasal dari Jerman.
Yakni berasal daria kata mhinaan “Rattenkonig” digunakan di seluruh 17 th dan 18 th abad untuk menggambarkan orang yang hidup dari orang lain.
Fenomena ini umumnya dikaitkan dengan Jerman karena sebagian besar kasus ditemukan di sana.
Kejadian paling awal dari raja tikus dilaporkan pada tahun 1564 dan melibatkan 25 tikus coklat.
Sejak itu, sebagian besar contoh melibatkan tikus hitam, dan kejadian terakhir dilaporkan pada tahun 1986 di Vendee, Prancis.
Beberapa contoh ditemukan tewas atau bahkan sudah mengeras.
Raja tikus selalu menjadi subjek ketakutan dan takhayul, dan secara historis mereka dipandang sebagai pertanda yang sangat buruk.
Ini karena tikus dianggap sebagai pembawa wabah, dan raja tikus sering dianggap sebagai sumber penyakit.
Mereka biasanya dibunuh setelah ditemukan, tetapi terkadang seorang pendeta dibawa untuk mengusir wabah.
Saat ini, raja tikus dapat ditemukan di banyak museum di seluruh dunia.
Museum Ilmiah Mauritanium di Altenburg, Jerman, memamerkan raja tikus terbesar yang diawetkan, yang terdiri dari 32 tikus.
Itu ditemukan di perapian penggilingan di desa Buchheim.
Museum sejarah alam di Hamburg, Gottingen, Hamelin dan Stuttgart memamerkan raja tikus yang diawetkan dalam alkohol, dan Museum Otago di Dunedin, Selandia Baru, memamerkan raja tikus yang terdiri dari tikus hitam yang belum dewasa yang ekornya terjerat oleh bulu kuda.
(*)