Suar.ID -Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok masih menjadi pilihan sebagian warga Jakarta sebagai calon pemimpin jika Pilkada DKI digelar saat ini untuk menjadi saingan Anies Baswedan.
Meski berstatus mantan narapidana, Ahok masih masuk bursa calon gubernur DKI.
Hal itu terlihat dari survei yang diklaim dilakukan lembaga Media Survei Nasional (Median) pada 31 Januari - 3 Februari 2021.
Hasilnya, elektabilitas Ahok berada di posisi ketiga, di bawah Gubernur DKI, Anies Baswedan dan Menteri Sosial, Tri Rismaharini.
Direktur Riset Media Survei Nasional (Median), Ade Irfan Abdurrahman mengatakan, semula pihaknya melakukan survei tanpa menyodorkan nama alias pertanyaan terbuka (top of mind).
Sebanyak 8,5 persen responden warga Jakarta mengaku ingin Ahok kembali menjabat Gubernur DKI.
Di atas Komisaris Utama Pertamina itu, yakni Anies dengan elektabilitas 40,5 persen dan Risma 16,5 persen.
"Yang menarik di posisi ketiga secara top of mind, Ahok muncul di posisi ketiga dengan angka 8,5 persen," ujar Ade dalam konferensi pers virtual, Senin (15/2/2021), melansir Kompas.com.
Ahok memang bukan nama baru di panggung politik Jakarta.
Di Ibu Kota, ia memulai karier sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta berpasangan bersama Joko Widodo pada 2012.
Setelah Jokowi terpilih menjadi Presiden RI pada Pilpres 2014, Ahok menggantikan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Namun, jauh sebelum berkarier sebagai politisi di Jakarta, Ahok memiliki beragam latar belakang, mulai dari pengusaha hingga menjadi anggota legislatif.
Apakah Ahok bisa maju dalam pilkada?
Kesempatan untuk bisa mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta bisa didapat Ahok apabila sudah melewati lima tahun sejak hari dibebaskan dari tahanan.
Hal tersebut tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019 yang memungkinkan seorang mantan narapidana mencalonkan diri sebagai gubernur, tetapi dengan syarat menunggu jeda waktu lima tahun setelah melewati masa pidana penjara.
Selain itu, Ahok juga wajib mengumumkan mengenai latar belakang dirinya sebagai mantan narapidana jika ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Putusan MK tersebut mengubah Pasal 7 ayat 2 huruf G Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang sebelumnya tidak ada persyaratan jeda waktu, kini harus ada jeda waktu lima tahun.