Suar.ID -Pengamat politik, M Qodari menilai sosok Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok atau BTP tak cocok menjadi pejabat publik.
Hal tersebut diungkapkan M Qodari saat menjadi narasumber di vlog Helmy Yahya.
Mulanya, M Qodari menjelaskan jika ia pernah diwawancara oleh presenter sebuah televisi mengenai bagaimana nasib Ahok ke depannya.
Hal itu terjadi lantaran hasil quick count di Pilkada DKI Jakarta 2017 menunjukkan jika Basuki Tjahaja Purnama kalah atas pesaingnya Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Berdasardari peristiwa itu, M Qodari menjelaskan jika sebenarnya kinerja Ahok baik.
Meski demikian, ia menilai Ahok memiliki hal buruk dalam komunikasi.
"Saya bilang kayaknya kalau untuk pemilihan langsung seperti ini, kayaknya enggak bisa karena Ahok ini bagus kerjanya, buruk komunikasinya gitu," terang M Qodari.
M Qodari menyatakan, jika harus ditunjuk menjadi seorang menteri pun Ahok disebut tak akan cocok.
Karena itu, M Qodari mengatakan bahwa menteri merupakan jabatan publik yang mengharuskan berkomunikasi secara baik.
"Mungkin kalau dia harus ditunjuk, bukan dipilih, misalnya seperti menteri."
"Tapi waktu saya pulang ini masih 2017 nih, saya belum kepikiran 'kayaknya jadi menteri pun enggak cocok', karena menteri itu jabatan publik."
"Jabatan publik itu adalah jabatan atau pekerjaan yang kerja harus bagus, komunikasi juga harus bagus," ungkap M Qodari.
Baca Juga: Ahok Mencak-mencak Bocorkan Aib Pertamina, Menteri Erick Thohir Peringatkan Soal Kewenangan BTP
Tak hanya itu, M Qodari menuturkan, akan percuma jika seorang pejabat publik bekerja dengan baik tapi tak diiringi komunikasi yang baik.
Dengan demikian, M Qodari menilai jika Ahok lebih cocok di perusahaan swasta daripada menjadi pejabat publik.
"Karena pekerjaan bagus kalau komunikasi buruk itu rusak."
"Contohnya siapa? Ahok sendiri."
"Karena itu kesimpulan saya, Ahok itu cuma tepat di perusahaan swasta, enggak cocok di jabatan publik atau yang berhadapan dengan publik," katanya.
Lebih lanjut, M Qodari menegaskan pernah menyarakan Ahok agar menunjuk juru bicara (Jubir) saat akan berinteraksi dengan media.
Pernyaatan M Qodari itu disampaikan karena ia takut Ahok tidak berkomunikasi secara baik yang pada akhirnya menimbulkan kericuhan.
"Karena saya takut beliau ini komunikasinya itu akan, ya katakanlah bombastis, lalu kemudian kontroversial begitu."
"Kayaknya ini saran enggak diikutin gitu," ujar M Qodari.
M Qodari menyimpulkan bahwa Ahok memang tidak memiliki sensitivitas komunikasi.
"Apa yang harusnya diomongkan di dalam, diomongkan di luar, dia tidak tahu situasi dan kondisi gitu,"
"Jadi ya komunikasinya memang ya, bukan berarti tidak jujur ya,"
"Tapi kita kan yang jujur pun harus pandai-pandai memilih dan memilah," terang M Qodari.
Selanjutnya, M Qodari menegaskan tiga poin pendapatnya tentang seorang Ahok.
"Satu beliau ini bombastis, yang kedua emosional, yang ketiga sulit membedakan kapan dan di mana berbicara gitu."
"Terakhir saya nonton YouTube-nya juga, dimana beliau mengatakan, 'kalau saya jadi dirut pasti kadrun-kadrun tak senang', pernyataan itu menurut saya sudah offside."
"Itu mungkin terminologi yang harusnya dipakai dalam percakapan terbatas, tetapi tak tepat disampaikan melalui komunikasi terbuka."
"Lagi-lagi itu probolemnya Pak Ahok, dia gak tahu harus ngomong apa dan dimana," beber M Qodari.
Dengan berbagai analisanya itu, M Qodari lantas menyoroti akan adanya bom waktu.
"Ahok adalah bom waktu yang sedang berjalan juga."
"Jadi kita punya 2 bom waktu, yaitu Pilkada dan Ahok," imbuh M Qodari.
(Tribun Jakarta)