Suar.ID - Seorang bocah 13 tahun di Thailand dilaporkan sakit dan meninggal, setelah dia disuruh lompat jongkok hingga 100 kali sebagai hukuman. Potay Suriyawt Jiwakano, pelajar asal Samut Songkhram, awalnya tidak masuk kelas selama tiga hari karena sakit, dan baru kembali di hari keempat. Meski masih merasa tidak enak badan, Potay memaksakan diri untuk bersekolah. Karena itu, dia membawa surat keterangan dari dokter.
Baca Juga: Elly Sugigi Ketahuan Gandeng Brondong Ganteng Pasca Putus dari Aditya Gumelar, Ungkap Harapan IniHanya saja, si guru di Sekolah Thawaranukun menghukumnya agar melakoni lompat jongkok.Karena dia ditengara tak mengerjakan tugas.
Bocah 13 tahun itu dilaporkan kesusahan untuk menyelesaikan hukuman mengingat dia baru saja sembuh dari sakit, kata keluarga Potay. Setelah melakoni hukumanya, Potay kembali sakit pada 4 September dan terpaksa merawat dirinya sendiri karena orangtuanya tengah bekerja.Potay disebut ditinggalkan di rumah bersama adiknya, di mana kedua orangtuanya baru pulang dari bekerja pada pagi harinya.
Baca Juga: Jebakan Tikus Berlistrik Makan Korban, 10 Orang Nyawanya Melayang, Bupati Sragen: Kita Buat Perda Saja Betapa kagetnya orangtua Potay ketika mereka memeriksanya pada 5 September, dan mendapati bahwa dia sudah meninggal dunia. Dikutip Daily Mirror Jumat (11/9/2020), orangtua Potay segera menelepon paramedis, yang menyatakan anak itu meninggal saat mereka sampai.Dokter menyakini, remaja itu meninggal dalam tidur karena mengalami gagal jantung pada pukul 03.00, satu jam sebelum ayah dan ibunya pulang.Pihak Sekolah Thawaranukun kemudian menelepon keluarga remaja itu. Mereka meminta maaf dan bertanggung jawab atas insiden tersebut. Sekolah menyatakan, guru yang memberikan hukuman kepada anak itu bakal menjalani pemeriksaan sebelum diputuskan apakah bakal dilaporkan ke polisi.
Pramot Eiamsuksai, paman anak itu menuturkan keluarganya sangat sedih karena si keponakan kehilangan nyawanya hanya karena kesalahan kecil. "Pihak sekolah sepakat untuk memberikan ganti rugi atas kematian Potay, dan bersedia menanggung biaya yang keluar," jelas Pramot. Dia pun berharap kasus ini bisa menjadi pelajaran di Thailand, agar tak ada lagi guru yang sewenang-wenang menghukum muridnya.