Suar.ID -Video seorang pelajar yang mengkritisi kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) viral di sosial media.
Pelajar berseragam SMA ini mengaku, kendala mengenai sistem sekolah daring kurang lebih sama di berbagai penjuru Indonesia.
Di antaranya seperti kendala gadget, kuota, sinyal, hingga kerap mati lampu.
Ia bercerita, temannya mengaku mendapat subsidi pulsa sebesar Rp 25 ribu, tetapi harga kuota internet beberapa daerah sangatlah mahal.
Selain itu, ia mengaku pembelajaran secara daring kurang efektif, lantaran tidak adanya sosok guru yang mengawasi anak didiknya ketika belajar.
"Kita kurang efektif tidak seperti di sekolah."
"Di sekolah kita dipantau langsung sama guru, guru itu kan digugu dan ditiru."
"Dan ada wacana saya lihat di berita, saya gak tahu ini benar apa enggak, bahwa PJJ ini akan dilaksanakan dengan permanen."
"Sedangkan kalau kita belajar cuma mau pintar, Google juga lebih pintar daripada sekolah," ujar sosok pelajar ini dalam videonya.
Saat dikonfirmasi Tribunnews, sosok pelajar bernama Syamil Shafa Besayef ini menuturkan, kritikan tersebut ia sampaikan kala menghadiri peringatan Hari Anak Nasional dan Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan MPR RI, pada Kamis (23/7/2020) lalu.
Ia termasuk satu di antara 21 pelajar yang ikut menghadiri secara langsung, kegiatan yang disaksikan 500 orang peserta se-Indonesia melalui virtual Zoom ini.
Terkait kritikannya yang menjadi viral, Syamil memang mempermasalahkan wacana soal PJJ akan dipermanenkan.
Pasalnya, ia merasa tidak ada lagi interaksi dengan sekolah, bila PJJ menjadi permanen.
"Saya mempermasalahkan wacana PJJ akan dipermanenkan karena seperti orang banyak kutip, google lebih pintar dari sekolah."
"Tapi kalau dipermanenkan kita tidak ada interaksi dengan sekolah, kurang dapat karakternya," ujar pelajar kelas 12 di SMAN 7 Jakarta kepada Tribunnews, Senin (10/8/2020).
Sementara, fasilitas dan penunjang pendidikan di masa pandemi ini belum banyak tercukupi.
Tidak hanya di pelosok negeri saja, bahkan di Ibukota seperti Jakarta pun, masih ada kendala terkait belajar online ini.
Misalnya, adanya orang tua dari tiga anak yang sama-sama belajar online, tetapi hanya memiliki satu gadget.
Bahkan, Syamil juga menceritakan adanya driver ojek yang harus menunggu pukul 12.00 siang untuk bekerja, lantaran gadget miliknya dipakai sang anak untuk belajar online.
"Kalau hal seperti itu masih terjadi, masa mau dipermanenin?"
"Buat apa kalau fasilitas kita nggak mendukung!?"
"Padahal pendidikan offline pun di Indonesia masih belum merata," terangnya.
Saran Syamil bagi Pemerintah
Oleh sebab itu, Syamil memberikan beberapa saran berdasarkan pengalaman dari beberapa pelajar di penjuru Indonesia.
Ia berharap apabila pemerintah dalam hal ini Kemendikbud, bekerja sama dengan BUMN untuk memberi jam kuota gratis untuk para kalangan pendidikan.
"Saran saya Kemendikbud sama BUMN bergabung untuk memberikan jam kuota gratis bagi para kalangan pendidikan."
"Umumnya PJJ berlaku dari pukul 06.00 sampai pukul 12.00, di zona merah yang tidak boleh masuk sama sekali diberikan fasilitas semacam itu."
"Jadi, teman-teman tidak ada lagi yang mengeluh tidak ikut sekolah online karena tidak memiliki kuota," paparnya.
Namun sayangnya, saran tersebut tidak bisa digunakan untuk para pelajar di pedalaman.
Sebab, bila difasilitasi kuota gratis pun tidak berpengaruh, lantaran sulitnya mencari sinyal.
Terakhir, Syamil mengingatkan kepada para pelajar untuk tetap semangat belajar dalam kondisi apapun.
"Saya rasa 75 tahun Indonesia merdeka, untuk generasi kita, generasi emas di 2045, kalau memang kita bersantai dengan PJJ, kita akan ketinggalan," tegasnya.
Hingga Senin (10/8/2020), video dirinya mengkritisi 'sekolah online' telah ditonton sebanyak lebih dari 40 ribu kali dan dikomentari ratusan ribu kali oleh warganet di Instagram.
Bahkan, videonya juga telah diunggah ulang oleh beberapa akun Instagram lain di jagat maya.
(Tribunnews.com/Maliana)